Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Senior "Disalibkan" Menjelang Paskah

30 Maret 2018   09:50 Diperbarui: 30 Maret 2018   10:08 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebenarnya berat perjuangan saya ini. Dari 05 Maret 2013 yang sampai 04 September 2016 mendapat predikat "Senior" lalu akun tidak bisa dibuka hingga membuat akun baru pada 09 Januari 2017.

Pada 28 Maret 2018 akun bisa dibuka dengan predikat "Senior", dan mulai memajang satu artikel uji coba. Disusul satu artikel yang dibuat dengan sungguh-sungguh sebagaimana artikel selalu saya dibuat dengan sungguh-sungguh karena ada pertaruhan intelektual yang tidak main-main seperti anak-anak PAUD bermain petak umpet di halaman.

Sayangnya, tanpa ada kabar atau pemberitahuan apa pun sebelumnya, predikat "Senior" dijungkalkan sedemikian rupa hingga terjerembab menjadi "Taruna". Tahun-tahun berkarya langsung dianggap senyap dalam kepercumaan belaka.

Sebenarnya juga sakit, mengingat bahwa perjuangan sekian tahun berkarya tetapi kemudian justru hanya mendapat jungkalan begitu drastis. Tentu bukanlah mesin yang disulap menjadi kambing hitam lalu dikorbankan sebagai sesembahan kepada entah, apalagi 29 Maret menjelang Paskah yang dikenal juga sebagai persembahan Anak Domba. Tetapi apalah daya saya, yang bukan siapa-siapa di sini.

Saya tidak memahami sedalam-setinggi apakah pihak-pihak terkait mengalami proses tulis-menulis yang sarat duri, beling, belati, dan berliku-liku selama lebih 20 tahun. Lebih sekian tahun, lebih sekian kompetisi, lebih sekian hasil, dan lebih-lebih lagi lainnya yang secara kontinyu diikuti dengan sepenuh diri tanpa mengenal jerih dan siapa juri-kurator.

Ya, bagaimanapun butuh kesadaran pada diri saya sendiri sebagai bukan siapa-siapa di sini. Seperti apa pun penjungkalan ini, tetaplah tidak seorang pun berani menyatakan diri sebagai pelaku. Memang tidak mudah memilih menjadi dewasa yang tidak disebabkan oleh tumpukan umur. Keberanian hanyalah menyalahkan, bukannya mengakui apa yang sudah dilakukan. Ujungnya justru berupa pedang bermata dua, menusuk diri saya sendiri.

Sebenarnya berat perjuangan ini, biar saya saja yang mengalaminya. Predikat apa pun, baik "Senior" maupun "Taruna" ternyata tidak lebih dari suatu permainan belaka. Namanya juga permainan seperti anak-anak PAUD yang tidak perlu dipertanyakan selain kesenangan. Ya, semacam omong kosong bin dusta warisan ular di Taman Eden yang menjelma kecupan di Taman Getsmany. Tidak perlu saya pertanyakan soal itikad baik atau tidak sebab, toh, saya bukan siapa-siapa di sini. Juga, toh, biasa, baik atau tidak baik merupakan suatu nilai selalu relatif. 

Semoga Tuhan menghargai perjuangan saya berdampak penjungkalan semacam ini, meski sangat tidak sebanding dengan sengsara-sekarat yang ditanggung-Nya di Kalvary via Dolorosa. Ya, tidak mudah menjadi orang Kristen di dunia semacam ini tetapi jangan pula cengeng.

Salam Paskah kepada orang-orang yang beritikad baik, tulus, sadar, dan penuh keberanian untuk bertanggung jawab atas hidup ini.

*******

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun