Mohon tunggu...
Agustinus Maran
Agustinus Maran Mohon Tunggu... Guru - Guru Pelosok

Menulislah selagi dunia tak pernah menghakimi tulisanmu.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Balada Jagung Muda

8 Februari 2023   08:35 Diperbarui: 8 Februari 2023   08:38 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Jika Anda menggelitik bumi dengan cangkul, dia tertawa dengan panen" adalah kata bijak Douglas Jerold yang membuat saya merenung tentang masa lalu dan latar belakang kehidupan keluarga saya bahwa petani menanamkan nilai-nilai kehidupan melalui bertani sebab saya dilahirkan dan dibesarkan dalam kultur keluarga bertani sehingga sangat merasakan dan melihat dengan jelas kehidupan petani dengan sistem pertanian tradisional yang hanya mengandalkan tenaga manusia. 

Petani ladang itulah yang dilakukan secara turun-temurun dari kakekku hingga sekarang diteruskan orang tuaku. Dari itu saya memenemukan realitas bahwa petani adalah soko guru pembangunan, penyangga kehidupan keluarga dan negara.

Semasa kecil saya dan saudara-saudara saya sering membantu mengerjakan kebun sesuai dengan tenaga dan kemampuan kami. Keterlibatan kami tidak banyak, antara lain saat tanam, membersihkan rumput, dan panen. Pengalaman bertani yang saya alami itu sungguh membekas hingga sekarang.

***

Sore ini di tengah rinai gerimis saya menikmati jagung rebus dengan segelas cappucino. Jagung yang saya petik dari kebun kecil di pinggir kampung sedikit menggelitik saya membuat tulisan ini.  

Menyadari bahwa di musim seperti ini jagung muda bukanlah makanan asing bagi petani maka saya sengaja mempostingnya di grup whatsapp keluarga dengan caption "Gerimis begini baru ada jagung muda, segelas kopi, ditemani sebatang sampoerna, maka sempurna sekali e...". 

Beragam tanggapan pun saya terima. Ada yang dengan cetus penuh guyon mengatakan masakan anak bujang. Ada lagi yang dengan nada agak kasihan, hahahaha, pertanda tidak ada kebun minta kirim ke Papua. 

Ada lagi memelas untuk berbagi. Ada juga dengan bangga mengatakan bahwa bukan hanya saya sendiri mereka juga ada jagung muda, "Kame juga ada le no...". Saya hanya bisa menjawab semua guyonan itu bahwa ini baru panen perdana menanti panen kedua yang lebih banyak, hahahah.

Berbeda dengan itu, ketika saya mempostingnya di story whastapp dengan caption "tahan-tahan dululah", juga mendapat banyak respon dari kawan terdekat. 

Ada yang meminta untuk panen bersama. Saya hanya menjawab, "Ini panen perdana sekaligus terakhir, ahahaha." Lebih-lebih ada yang bertanya, "Kira-kira pa guru punya kebun di mana e?". Sepertinya sahabat ini penasaran. Tapi tidak apa-apa.

Di tengah nasib petani banyak dibicarakan oleh kalangan elit dengan berbagai prediksi gagal panen, saya hanya duduk merenung dan bernostalgia dengan masa kecil, menyibak segala narasi yang berdalil kehidupan para petani yang muram sambil memaknai kata Masanobu Fukuoka, petani dan filsuf Jepang yakni "Tujuan akhir bertani bukanlah menumbuhkan tanaman, tetapi budidaya dan kesempurnaan manusia".

 Salam!

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun