Melarikan Diri ke Pelabuhan
Malam itu dingin dan penuh dengan ketegangan. Bayang-bayang gelap menyelimuti jalan-jalan menuju pelabuhan, tempat mereka berharap menemukan kapal yang akan membawa mereka kembali ke Tanah Marind. Setiap langkah yang diambil oleh Wakati, Dabu, Mayul, dan Yamle terasa seperti gema yang menggema di seluruh kota yang sepi.
"Kita harus tetap rendah," bisik Wakati sambil menuntun kelompok itu melalui gang sempit. "Penjaga mungkin masih mencari kita."
"Aku tidak percaya kita berhasil keluar dari istana," kata Yamle dengan suara pelan. "Tapi kita belum aman, kan?"
"Belum," jawab Mayul tegas. "Tapi kita akan segera berada di kapal, dan itu akan membawa kita jauh dari sini."
Langkah-langkah mereka berhenti sejenak ketika mereka mendengar suara derap kaki dari kejauhan. Mereka segera berlindung di balik tumpukan peti kayu yang ada di tepi jalan.
"Penjaga?" tanya Dabu dengan napas tertahan.
Wakati mengintip perlahan. "Tidak, sepertinya hanya warga biasa. Tapi kita tetap harus berhati-hati."
Setelah beberapa saat, mereka melanjutkan perjalanan mereka. Pelabuhan sudah semakin dekat, dan suara ombak yang menghantam dermaga mulai terdengar. Hati mereka berdebar kencang, penuh harapan dan kecemasan.
"Kita harus menemukan kapal yang siap berlayar," kata Mayul. "Kita tidak punya waktu untuk menunggu."