Wakati dan Dabu melanjutkan perjalanan mereka dengan penuh harapan, meskipun banyak tantangan yang menghadang. Perjalanan dari Pulau Sobal ke daratan berikutnya ternyata lebih sulit dari yang mereka bayangkan. Terik matahari siang dan dinginnya malam di laut membuat mereka lelah, tetapi semangat mereka tak pernah pudar.
Di tengah perjalanan, mereka dihadapkan pada badai yang tak terduga. Laut yang tadinya tenang berubah menjadi ganas. Ombak besar menghantam kapal mereka dengan kekuatan yang luar biasa. Wakati berusaha keras untuk menjaga keseimbangan kapal sementara Dabu memegang erat-erat tiang layar agar tidak terlempar ke laut.
"Pegang yang kuat, Dabu!" teriak Wakati di tengah deru angin dan ombak. "Kita harus bertahan!"
"Aku berusaha, Wakati!" balas Dabu dengan suara yang bergetar. "Kita tidak boleh menyerah!"
Kapten kapal, seorang pria paruh baya dengan wajah yang penuh pengalaman, memimpin anak buahnya untuk mengendalikan kapal. "Jangan takut! Kita sudah pernah melewati badai seperti ini sebelumnya!" serunya memberi semangat kepada semua orang.
Setelah berjuang melawan badai selama berjam-jam, akhirnya badai mulai mereda. Laut kembali tenang, dan matahari perlahan muncul dari balik awan, memberikan kehangatan yang sangat mereka butuhkan.
"Syukurlah kita berhasil melewati badai itu," kata Wakati dengan napas yang tersengal-sengal. "Kita tidak boleh lengah. Masih banyak tantangan yang mungkin menunggu."
Malam itu, saat mereka beristirahat, Dabu duduk di dek kapal, merenung sambil memandang bintang-bintang di langit. Wakati mendekatinya dan duduk di sampingnya.
"Kau baik-baik saja, Dabu?" tanya Wakati dengan lembut.