Mohon tunggu...
Agustinus Sukaryadi
Agustinus Sukaryadi Mohon Tunggu... Dosen - Agustinus Sukaryadi

Tempat, tanggal, lahir: Yogyakarta, 25 Agustus 1956

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinamika Partai Politik

30 Maret 2021   12:26 Diperbarui: 30 Maret 2021   12:27 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gonjang-ganjing partai? Gak usah heran, itu lumrah. Itu sudah terjadi sejak munculnya Gerakan kesadaran berbangsa dan bernegara. Diawali munculnya Gerakan Boedi Oetomo tahun 1908, dan disusul kemudian gerakan-gerakan organisasi yang mengarah partai politik. Sarikat Dagang Islam, menjadi Serikat Islam kemudian ada Serikat Islam Merah dan Serikat Islam Putih. PNI (Partai Nasional Indonesia) juga mengalami hal serupa. 

Tahun 1931, Pimpinan PNI, Ir. Soekarno diganti oleh Mr. Sartono. Mr. Sartono kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 25 April 1931. Mohamad Hatta tidak setuju pembentukan Partai Indonesia akhirnya membentuk PNI-Baru dengan kepanjangan Pendidikan Nasional Indonesia. Begitu seterusnya dinamika partai-partai di perjalanan sejarah Bangsa Indonesia, sampai sekarang.

Gonjang-ganjing partai tidak luput dari faktor-faktor: ideologi, kekuasaan, interen dan eksteren partai. Biasanya gonjang-ganjing antar partai atau dalam tubuh partai terjadi saat menjelang pemilu dan pasca pemilu. Menjelang pemilu masing-masing partai konsolidasi dan memperkuat barisan untuk merebut sebanyak-banyaknya kursi. Menjelang pilpres mencari teman berkoalisi agar bisa mencalonkan capres-cawapres dan memenangkan. 

Sesudah kemenangan (atau kekalahan), masing-masing partai ribut sendiri. Menjelang dan pasca pemilu serentak 2019 bisa kita lihat partai yang kalah juga ribut di dalam. Dari dalam diri partai muncul perbedaan pendapat antara yang mau menjadi partai pendukung pemegang pemerintahan atau menjadi partai oposisi? Perbedaan posisi partai bisa saja meruncing yang berakibat pecah, dan lahir partai baru.

Menjelang pemilu 2024, kini partai-partai sudah mulai dengan konsolidasi. Apa hasil dari konsolidasi, tergantung perjalanan dan kepemimpinan partai sebelumnya. Hal ini akan terlihat dalam Konggres Partai dan sesudahnya, yang biasanya berisi laporan pertangungjawaban dan memilih pemimpin baru partai. Karisma dan komitmen pemimpin partai pada ideologi dan perjuangan menjadi factor penting ketahanan sebuah partai.

Secara umum diharapkan semua partai berasaskan Pancasila, namun demikian ada 2 macam partai yang berkembang yaitu partai yang mendasarkan pada agama sebagai ideologi. Dikenal dengan partai tertutup karena hanya beranggotakan yang seagama. Partai yang mendasarkan pada Pancasila sebagai ideologi. Dikenal dengan partai nasionalis atau terbuka karena anggotanya terbuka bagi semua warga, tidak memandang pemeluk agama apa?  Keduanya mempunyai kerentanan keributan. 

Karena sumber daya partai yang mempunyai perbedaan-perbedaan latar belakang (pendidikan,ekonnomi, budaya, agama, kepentingan, dll). Dalam partai agama mempunyai kerentanan yang sama. Meski agamanya sama namun beda tingkat pengetahuan, pemahaman dan penghayatannya menjadikan keributan. Masih ditambah latar belakang Pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan kepentingan. Apakah dengan demikian partai agama lebih rentan? Waktu dan sejarah yang akan membuktikan.

Idealnya sebuah partai adalah menyatunya ideologi-visi-misi. Dalam filsafat Jawa dikenal dengan satunya cipta-rasa dan karsa. Menjaga hal ini membutuhkan seorang pemimpin yang memang berkarisma, memegang teguh ideologi, kuat dalam visi dan tangguh memperjuangkan misi. Seperti dalam filsafat Jawa, diperlukan satria pinandita. Artinya prajurit yang perkasa, berada di garis  depan dan bijak seperti pendeta. Namun tidak semua demikian dalam kepemimpinan partai. Masih ada yang tergoda untuk berkuasa, mementingkan diri sendiri dan kelompok serta kepentingan politik golongan serta melanggengkan kekuasaan.

Partai A pecah karena sudah melenceng dari tujuan awal partai. Pada awalnya disepakati oleh para pendiri bahwa partai ini menjadi partai terbuka dan berazaskan Pancasila. Deklarasi partai melibatkan tokoh-tokoh intelektual dan agama. Pada awal berdirinya berkembang karena didukung oleh lapisan masyarakat dan menjadi partai harapan untuk membawa bangsa dan negara menuju kesejahteraan  dan keadilan sosial.

Partai pecah setelah individu-individu pendiri mulai menunjukkan kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok serta terpapar paham radikalisme. Pembagian kue yang tidak merata dan kurang adil, menjadi salah satu faktor perpecahan partai. Partai B pecah juga karena kepentingan-kepentingan pribadi pengurus yang main korupsi, terpapar paham radikalisme, memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Partai C pecah karena dinilai oleh sebagian pendiri menyimpang dari awal pembentukan partai. Partai tidak berorientasi pada pembangunan bangsa dan negara, tetapi berorientasi pada kekuasaan, koruptif. Membiarkan radikalisme dan intoleransi berkembang. Menelantarkan pembangungan dan melanggengkan kekuasaan.

Proses gonjang-ganjing partai-partai politik disatu sisi merupakan hal yang positif. Salah satu sisi positif yang dapat dipetik adalah proses pemurnian kembali ideologi, visi dan misi partai. Masyarakat disuguhi realitas dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara dari elit-elit politik. Masyarakat bisa melihat pemimpin dan kader-kader partai yang bisa menjadi negarawan, kutu loncat, orientasi kekuasaan, korupsi, aji mumpung, atau kepentingan lain yang tidak sesuai dengan ideologi, visi dan misi partai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun