Fenomena terbunuhnya sayidina Ali tersebutlah yang mungkin sedang terjadi saat ini. Mari kita lihat dan komparasikan dengan fenomena yang ada terkait ormas HTI, yang bertujuan meletakkan hukum Islam di Indonesia ini, mereka juga berpemahaman "Hukum Allah harus diletakkan diatas hukum manusia".
Mohon dikoreksi jika saya salah. Ibnu Muljam, sang pembunuh Sayidina Ali RA adalah seorang hafidz Al-Quran dari kalangan khawarij, yang hal itu juga dapat dipahami bahwa Ibnu Muljam pun punya cukup pemahaman agama. Namun yang terjadi adalah berusaha memanfaatkan Ayat Al-Quran untuk tujuan pribadi. Al-Quran dijadikan pembenaran untuk tindakannya.
Bagi Ibnu Muljam, Sayidina Ali pantas dihukum atas kesalahan yang dianggap sudah dilakukannya.
Mohon maaf, terkait kisah meninggalnya sayidina Ali, mungkin para pembaca dari kalangan alim Ulama lebih cukup pengetahuan dibandingkan dengan saya yang masih belum cukup ilmu.
Pada intinya, yang ingin saya sampaikan dalam artikel ini adalah mari kita cintai dan ta'dzim dengan ulama. Namun perlu kita cermati dan kritisi, ulama mana yang berhak dicintai, yang pantas dicintai, agar kita tidak mudah terpengaruh terhadap pemahaman / ideologi dari ulama' yang salah.
Bahasan tentang sayidina Ali yg sempat saya sampaikan hanya sebuah statemen pembanding, bahwa di masa khulafaurrasidin pun sudah ada kalangan ulama (orang yang punya pengetahuan) yang menyalahgunakan Alquran untuk kepentingan pribadi.
Saya yakin tidak ada yg melarang "cinta ulama", tidak ada yg bermaksud membenturkan ulama. Namun, kita perlu untuk berusaha saling mengingatkan, agar kita tidak salah dalam memilih ulama' yang dijadikan panutan.
Dan untuk menjadi perhatian pula bahwa kita perlu saling mengingatkan, "Mari kita cintai MAKHLUK sesuai dengan Porsinya". Kita berhak mencintai ulama, mengagumi ulama, ta'dzim pada ulama, namun sesuai dg porsinya.Â
Tidak serta merta mencintai, tanpa menilai adanya hal yang tidak sesuai dalam pemahamannya. Kita cintai sosok dan ilmunya, namun tidak ada salahnya, kita tetap WASPADA dengan ideologinya.