Seminggu lalu saya menulis tentang Malioboro yang sepi tatkala akhir pekan. Kiranya itu sebuah situasi yang cukup mencemaskan jika mengingat Malioboro merupakan salah satu destinasi wisata andalan di Yogyakarta, bahkan DIY.
Saat itu saya sempat membatin, sepinya cuma perasaan saya atau sebab saya ke Malioboro pada jam-jam yang keliru? Wisatawannya belum tiba di sana, sedangkan saya sudah keburu pulang sehingga tidak sempat berpapasan?
Di sisi lain terlintas pula pikiran, jangan-jangan Malioboro memang tak lagi jadi magnet bagi wisatawan. Atau, kondisi krisis ekonomilah yang jadi penyebab utama? Bukankah sebelumnya (kecuali saat pandemi Covid-19) Malioboro tak pernah sesepi itu?
Yang paling mengkhawatirkan tentu kalau gara-gara krisis ekonomi. Mengapa? Sebab yang bakalan sepi tak hanya Malioboro, tetapi semua destinasi wisata di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta).Â
Jika hal itu sampai terjadi, para pelaku bisnis terkait wisata di DIY bakalan menjerit. Sementara mayoritas orang Yogyakarta mata pencahariannya bergantung dari sektor pariwisata. Entah sebagai produsen/penjual barang, entah sebagai penyedia jasa untuk wisatawan.
Oleh karena itu, seminggu kemudian saat loong weekend (yang berakhir Selasa ini) saya menyaksikan homestay-homestay milik tetangga dipenuhi pelanggan, saya ikut senang. Bukan sebab saya bakalan dibagi keuntungan dari pembayaran sewanya, lho. Cuma ikut senang saja. Just happy for it.Â
Mungkin karena kehadiran para wisatawan itu bikin kampung kian semarak. Bikin kampung lebih hidup daripada biasanya sebab menjadi lebih sering terdengar obrolan (dalam beberapa bahasa, tidak hanya dalam bahasa Jawa seperti kesehariannya).Â
Lebih sering juga terdengar teriakan gembira dan ketawa ceria anak-anak. Bahkan, kadangkala juga terdengar pertengkaran dan tangisan mereka. Maklumlah, ya. Di Kauman bagian sekitar rumah saya tidak ada banyak anak. Jadi, kehadiran wisatawan anak-anak bikin suasana kampung kian dinamis.
Kemarin jalanan kampung kami, terkhusus jalanan depan tempat tinggal saya, sejak lepas Subuh hingga sore berfungsi maksimal. Di hari-hari bukan liburan 'kan cenderung sunyi-sunyi saja. Kalau kemarin para wisatawan hilir mudik tiada tara. Mereka lewat satu rombongan demi satu rombongan.Â