Hari ini tanggal 2 Mei 2025. Di seantero negeri diselenggarakan upacara bendera dalam rangka peringatan Hardiknas, Hari Pendidikan Nasional.
Berhubung bukan siswa, bukan guru, dan bukan pula pekerja di institusi pendidikan, otomatis saya tidak melakukan apa-apa untuk menyambut Hardiknas. Bahkan, sekadar menyiapkan seragam anak untuk upacara Hardiknas juga tidak. Anak saya 'kan sudah tidak bersekolah. Pun, dia tidak memenuhi undangan untuk ikut upacara di kampusnya sebab ada kuliah pagi.
Akan tetapi, saya punya kenangan unik tentang 2 Mei. Tepatnya tentang cara bapak mengajak para siswanya dan guru-guru yang menjadi anak buahnya untuk menikmati momentum Hardiknas.
Begini. Tiap tahun pada tanggal 2 Mei, selepas pelaksanaan upacara bendera dalam rangka Hardiknas, seluruh warga sekolah makan nasi gandul bersama-sama. Perlu diketahui, nasi gandul* adalah nasi khas Pati.
Kata bapak, sebagian siswanya tak pernah mencicipi nasi khas daerah sendiri. Jangankan mencicipi, tahu saja mungkin tidak. Kiranya hal ini bisa dimaklumi karena lokasi  sekolah memang di pedesaan. Para siswa pun berasal dari kalangan menengah ke bawah dan mayoritas dari kalangan bawah. Â
Itulah sebabnya nasi gandul jadi menu pilihan. Fungsinya ganda. Pertama, memperkenalkan makanan khas daerah sendiri. Kedua, sebagai ungkapan terima kasih dan upaya untuk menyenangkan para guru dan siswa-siswa sehingga mereka tetap bersemangat. Ya bersemangat mengajar, ya bersemangat belajar.
Lalu, siapa yang masak? Penjualnya, dong. Bapak saya 'kan supel serta banyak kawan dan kenalan. Salah satu kenalan baiknya pemilik warung nasi gandul di Kota Pati. Nah, itu. Diboyonglah beliau beserta jualannya ke sekolah yang dipimpin bapak, yang lokasinya di desa.
Alhamdulillah si penjual selalu mau memenuhi orderan bapak dalam rangka merayakan Hardiknas. Meskipun harus menempuh jalanan yang aduhai bergelombang, yang berubah jadi kolam ikan manakala hujan menderas, beliau tak gentar memboyong panci-panci isi kuah gandul nan lezat.
Saya pikir-pikir, betul juga gagasan bapak. Memperingati Hardiknas dengan santai. Penuh sukacita sembari makan dan minum bersama. Mulai dari para siswa, guru-guru, wakil kepala sekolah, hingga kepala sekolah.
Tukang kebun dan penjaga sekolah tidak saya sebut karena kedua "jabatan" itu dirangkap oleh bapak. Demi efisiensi anggaranlah, ya. Kalau kedua tugas itu dirangkap bapak, sekolah tak perlu keluar duit lagi untuk menggaji.