Saya kok merasa takut ketika hendak menulis artikel ini. Serius. Tema yang ditawarkan ini jatuhnya 'kan berjanji. "Dear Ramadan, tahun ini aku akan ..."
Aku akan blablabla. Nah! Bukankah itu merupakan ungkapan sebuah janji? Sementara janji harus ditepati.
Di situlah problemanya. Saya takut ingkar janji. Kalau tidak berjanji 'kan tidak bakalan ingkar. Sementara kalau berjanji pastilah berpotensi untuk ingkar, apa pun alasan ingkarnya.
Demikian itulah bisikan-bisikan negatif yang saya dengar. Untunglah saya kemudian mampu mendengar bisikan-bisikan dari sisi yang lainnya, Â yaitu dari sisi yang positif.
Hingga akhirnya saya dapat memiliki POV berbeda. "Dear Ramadan, tahun ini aku akan ..." bisa pula merupakan kalimat yang menyatakan sebuah tekad kuat untuk mencapai target tertentu. Bukan janji yang rentan diingkari.
Saya pun kemudian berani menyusun tekad. Tentu setelah berpikir-pikir lumayan serius. Iya, serius. Seserius itu karena pada mulanya saya tak punya target apa pun pada Ramadan 2025. Hehe ...
Alhasil, upaya berpikir itu berbuah manis. Saya sukses menemukan poin yang selalu mencoreng malam-malam Ramadan saya. Poin itu adalah tertidur shalat Tarawih.
Saat shalat Tarawih? Berarti tertidurnya saat berdiri? Betul banget. Hal konyol tersebut terjadi manakala imam membaca surah yang panjang.
Sudahlah suaranya merdu berirama sesuai dengan tajwid, durasinya lama pula. Sungguh sebuah formula sempurna untuk meninabobokkan makmum ngantukan seperti saya.
Kok bisa tertidur sambil berdiri? Tentu saja bisa. Buktinya telah beberapa kali sukses bikin malu saya. Bagaimana tidak malu kalau tiba-tiba saya oleng saat jamaah lain berdiri tumakninah menyimak bacaan imam? Olengnya pun tidak main-main. Pernah nyaris tersungkur.
Apa hendak dikata? Kiranya hal itu menunjukkan bahwa manajemen tidur saya saat Ramadan kurang bagus. Oleh karena itu, perlu disusun sebuah strategi tertentu supaya saat shalat Tarawih saya dalam kondisi tidak mengantuk.