Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Administrasi - Kerja di dunia penerbitan dan dunia lain yang terkait dengan aktivitas tulis-menulis

Founder #purapurajogging

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Di Antara UMKM dan Saya Ada Jembatan yang Bernama JNE

5 Januari 2022   13:34 Diperbarui: 5 Januari 2022   15:08 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wedang Uwuh Ambyar "Salman"/Dokpri

IYA. Jembatan itu bernama JNE. JNE itulah yang menjadi penghubung antara saya (sebagai penjual produk UMKM) dan para konsumen yang alamat kirim masing-masing tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Sekitar 70% di Jawa, selebihnya di Sulawesi dan Kalimantan.

Demikian pula sebaliknya. JNE itulah yang menjembatani saya selaku konsumen dan UMKM tempat saya berbelanja secara daring.  Ternyata apa pun posisi saya, baik sebagai pembeli maupun penjual, JNE selalu hadir untuk  menjadi kurir penghubung.

Mendadak Jualan Produk UMKM 

Siapa yang menyangka bahwa pandemi Covid-19 membuat saya mendadak jadi penjual aneka wedang rempah? Yang ternyata hal tersebut menyebabkan saya akrab dengan JNE. Dalam arti, kerap pergi ke agen JNE dekat rumah untuk berkirim paket.

Bermula dari kekepoan saya terhadap WA Story seorang kerabat. Sejak akhir Maret 2020, yakni bersamaan dengan pelaksanaan lock down di mana-mana, saya perhatikan ia selalu mengunggah foto aneka wedang rempah. 

Kemudian saya mengonfirmasi, apakah itu jualannya? Ternyata memang demikian. Berbekal uang pesangon PHK, ia dan seorang kawan memproduksi aneka wedang rempah.  Ada wedang uwuh original, wedang uwuh instan dalam bentuk bubuk, wedang jahe instan, dan lain-lain. 

Akhir tahun 2019 mereka resmi meluncurkan produk dengan merk "Salman". Januari 2020 setelah lolos seleksi, produk mereka mulai mejeng di jaringan toko oleh-oleh ternama di Yogyakarta. Sebuah progres yang bagus 'kan? Bikin optimis pokoknya.

Akan tetapi, malang tak dapat ditolak. Corona yang menggila menyebabkan tatanan dunia menjadi acakadut. Pada pertengahan Maret 2020, optimisme mereka perlahan-lahan diselimuti mendung.  

Kebijakan lock down membuat wisatawan yang datang ke Yogyakarta 0 %. Imbasnya, toko oleh-oleh kehilangan konsumen. Mau tidak mau ya terpaksa tutup total. Semua komoditi titipan dikembalikan kepada penitip (produsen). Alhasil, para pelaku UMKM yang menitipkan produk di toko oleh-oleh kelimpungan. Termasuk kerabat saya dan kawannya. 

Tentu tak ada jalan lain kecuali mencari cara agar barang dagangan mereka jadi uang. Jika tak segera terjual habis, modal bisa ikutan habis sebab produk akan kadaluarsa. Yang tentunya hanya dapat dibuang kalau kadaluarsa.

Itulah kronologinya sehingga kerabat saya rajin beriklan di WA Story. Iya. Kebijakan lock down membuatnya berbelok arah. Dari yang semula fokus berjualan secara luring, kemudian fokus berjualan secara daring. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun