Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Administrasi - Kerja di dunia penerbitan dan dunia lain yang terkait dengan aktivitas tulis-menulis

Founder #purapurajogging

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Totto Chan, Gadis Cilik di Jendela

20 Mei 2021   19:48 Diperbarui: 20 Mei 2021   19:48 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Totto Chan Gadis Cilik di Jendela (Dokpri)

Mereka mengatakan hal-hal baik ketika memindahkan Totto Chan ke sekolah yang lain. Yang lokasinya lebih jauh dari rumah, namun bersedia menerima Totto Chan dengan segala perangainya yang dianggap nakal di sekolah lama.

Ya. Itulah sekolah Tomoe yang istimewa. Yang gedung sekolahnya berupa gerbong kereta api bekas. Yang dikelola oleh Pak Kobayashi, sang kepala sekolah yang juga istimewa cara mengajar dan mendidiknya. Kalau dalam istilah yang sedang ngetren sekarang, Pak Kobayashi sudah menerapkan metode merdeka belajar.

Anak-anak diajak belajar dengan hati yang ceria. Bukan dengan hati yang terbebani PR setumpuk. Bukan dengan rasa takut kepada guru.

Di sekolah Tomoe tidak ada anak nakal ataupun bandel. Yang ada hanyalah anak kepo dan kelebihan energi. Jadi, hanya butuh diberi jawaban atas kekepoannya dan difasilitasi kelebihan energinya. Bukan malah dikebiri kreativitas dan daya kritisnya.

Singkat cerita, kurikulum sekolah Tomoe memang menarik. Belajar sambil bermain. Bermain, tetapi sekalian belajar.

Dalam menentukan menu bekal makan siang pun, Pak Kobayasi punya cara unik. Beliau meminta para orang tua membekali anak mereka dengan menu yang terdiri atas sesuatu yang berasal dari gunung dan laut. "Terjemahannya" bebas. Namun gampangannya, bekal makan siang anak-anak diharapkan ada sayuran dan buahnya plus berlauk ikan/sesuatu yang dari laut.  

Yup! Hari itu saya  larut dalam diri Totto Chan. Berul-betul menyesali masa kecil saya yang tidak seberuntung Totto Chan. Iya, lho. Ia sungguh beruntung dapat bersekolah di sekolah Tomoe yang mengedepankan prinsip merdeka belajar dan bahagia belajar itu.

Puncaknya, saya ikut menangis pilu (tentu tanpa air mata sebab sedang di tempat umum) ketika sekolah Tomoe dihancurleburkan bom atom saat Perang Dunia II pecah. Saya sangat berempati dan amat memikirkan perasaan Pak Kobayashi yang pastilah sama hancur leburnya dengan bangunan sekolah yang dirintisnya.

Iya, saya sedih memikirkan kesedihan Pak Kobayashi. Membayangkan beliau menatap hampa reruntuhan sekolah Tomoe yang telah susah payah dirintisnya. Membayangkan kerinduan dan kekhawatiran beliau kepada para murid tercintanya.

Iya, saya sebaper itu gara-gara membaca Totto Chan Gadis Cilik di Jendela. Bahkan, sampai sekarang. Saat menyelesaikan tulisan ini juga.

 ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun