Mohon tunggu...
Agustina Nurwahyuni
Agustina Nurwahyuni Mohon Tunggu... Lainnya - Life learner.

Random things.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Relaksasi Kredit, Bagaimana Opini Masyarakat?

3 Juli 2020   00:40 Diperbarui: 3 Juli 2020   00:42 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menjadi salah satu topik yang banyak menyita perhatian, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat. Pandemi yang mulai merebak di Indonesia pada awal bulan Maret tersebut sudah merugikan berbagai pihak sejak awal kemunculannya. Kondisi perekonomian yang semakin sulit juga turut memperkeruh suasana dengan meningkatnya jumlah kriminalitas yang ada. Pemerintah sebagai regulator mempunyai peran yang sangat penting disini.

Memang tidak bisa dipungkiri, adanya pandemi ini menjadi hal yang sangat tidak terduga bagi warga negara Indonesia bahkan seluruh dunia. Ketidaksiapan dan minimnya fasilitas kesehatan juga menjadi sebuah pukulan berat bagi negara-negara yang mengalaminya.

Banyaknya korban meninggal dunia yang ditemukan positif terinfeksi virus corona ini juga bisa menunjukkan, seberapa tidak siapnya fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang tersedia untuk menghadapi pandemi ini. Apalagi virus corona ini tergolong virus baru yang belum ditemukan obatnya, hal tersebut sudah pasti menyebabkan kebingungan yang belum ada jawabannya dalam dunia kesehatan. Kondisi terkini di Indonesia bahkan menunjukkan terus bertambahnya kasus positif yang sulit untuk ditekan perkembangannya.

Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan betapa bahayanya virus ini membuat pemerintah kesulitan untuk mengendalikan jumlah kasus yang terus bertambah. Oleh karena itu tenaga medis harus lebih berhati-hati dalam melakukan penanganan pertama pasien positif COVID-19 ini. 

Dunia kesehatan tidak hanya dituntut untuk bertindak cepat dan sigap dalam menangani pasien-pasien baru, namun juga harus melawan virus yang ada di depan mereka agar tidak terinfeksi dan ikut tumbang. Seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah kira-kira gambaran yang kini tengah dirasakan oleh negara-negara di berbagai belahan dunia, salah satunya Indonesia.

Maraknya kasus positif di Indonesia juga membuat Presiden, Menteri Keuangan dan jajaran pemerintah lainnya harus memutar otak agar masyarakat tetap hidup, namun dengan kondisi keuangan negara juga tetap terjaga. Disahkannya Peraturan Pemerintah Pusat Nomor 1 Tahun 2020 menunjukkan keseriusan pemerintah menghadapi pandemi COVID-19 dalam menjaga stabilitas keuangan negara. Kebijakan-kebijakan yang diatur dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 ini juga diharapkan dapat membawa dampak yang baik bagi kondisi perekonomian negara secara keseluruhan.

Selain mengeluarkan Perpu tersebut, pemerintah juga menetapkan berbagai kebijakan lainnya sebagai bentuk bantuan sosial terhadap masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19 ini. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini sudah pasti telah melewati berbagai proses penelaahan dan telah dipertimbangkan dengan matang.

Namun bukan tidak mungkin bahwa di setiap kebijakan yang dibuat pasti ada pihak yang pro dan kontra atas kebijakan tersebut. Terlebih lagi jika dilihat dari kacamata masyarakat. Perbedaan kondisi perekonomian setiap orang juga menjadi salah satu penyebab adanya pro kontra ini.

Salah satunya yaitu dalam hal kebijakan relaksasi kredit. Sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan relaksasi kredit yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 Tahun 2020, beragam tanggapan dari masyarakat mulai bermunculan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, OJK memberi relaksasi kredit bagi usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki kredit/pembiayaan dengan nilai kurang dari Rp 10 milyar di bank maupun industri keuangan non-bank, dengan penundaan sampai dengan satu tahun serta pengurangan bunga. 

Namun, tidak semua debitur bisa menikmati stimulus yang diberikan oleh OJK ini. Kenyataanya, relaksasi kredit ini ditujukan kepada debitur yang terdampak COVID-19 secara langsung maupun tidak langsung pada sektor perekonomian seperti pariwisata, transportasi, perdaganga, perhotelan, pertanian, pertambangan, pengolahan, atau bisa dibilang seperti pekerja yang berpenghasilan tidak tetap. Tentu saja hal ini disambut baik oleh masyarakat dalam golongan tersebut. Dukungan penuh terhadap kebijakan ini menunjukkan bahwa mereka berada sebagai sisi pro dalam skenario ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun