Mohon tunggu...
M Hendri Agustiawan
M Hendri Agustiawan Mohon Tunggu... Pengacara - Penulis, Pembaca dan Peneliti serta concern di bidang Hukum, Keislaman dan Isu-isu kontemporer

Pelajar dan Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sikap Menerima Kekalahan dalam Kultur Demokrasi

25 April 2019   15:50 Diperbarui: 25 April 2019   16:18 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kita harus menerima hasil (pemilu) ini dan menatap ke masa depan. Saya berharap dia akan menjadi presiden yang sukses bagi seluruh warga Amerika"

Begitulah penggalan pidato kekalahan Hillary Clinton di pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2016 lalu. Padahal kala itu para pendukungnya sangat optimis bahwa Clinton akan memimpin negara Amerika Serikat dan mencetak sejarah baru menjadi seorang Presiden perempuan pertama disana. Namun, Hillary sangat berbesar hati untuk menerima kekalahan dan memberi ucapan selamat kepada Donald Trump yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru.

Sebenarnya banyak warga Amerika yang meresa kecewa atas kekalahan Clinton dan terpilihnya Donald Trump sebagai orang nomor 1 di Amerika, namun pidato kekalahan Clinton ini dapat kembali membakar semangat warga Amerika yang mendukungnya serta kaum perempuan dipenjuru dunia.

"Untuk seluruh perempuan yang selalu mendukung kampanye saya, kalian harus tahu kalau saya sangat bangga menjadi pemenang untuk kalian. Bisa saja ke depannya kaum perempuan yang terpilih menjadi Presiden USA. Dan bagi gadis kecil yang mendengar pidato ini, jangan pernah ragu karena kalian amat berharga dan layak mendapat kesempatan untuk mengejar mimpi kalian." Ungkap Clinton.

Tak hanya itu, bahkan sebelum Clinton mulai berbicara, para tamu tak henti-hentinya memberi tepuk tangan yang meriah sambil berdiri memberi hormat kepada Clinton

Benar, Clinton tidak sedang berpidato kemenangan ataupun dalam rangka memperoleh penghargaan. Ia sedang berpidato kekalahan namun sikapnya dan kata-katanya lah yang membuat para pendukungnya merasa menang dan kembali bersemangat. Dari sinilah Clinton menunjukan kedewasaanya dalam berdemokrasi dengan memberikan contoh sikap yang legawa (pasrah) dan menunjukan ketulusanya dalam ber politik.

Di Indonesia pada tanggal 17 April 2019 kamaren, pemungutan suara atau pencoblosan  pada Pilpres 2019 telah usai dilakasanakan. Belum tahu pasti siapa yang kalah dan siapa yang menang dalam Pilpres tersebut karena pengumuman real count resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dijadwalkan baru selesai pada 22 Mei 2019 mendatang.

Sebelum pengumuman resmi dari KPU, banyak bermunculan hasil quick count dari lembaga-lembaga survey yang berbeda; ada yang memenangkan pasangan capres-cawapres no 1 dan ada pula yang memenangkan pasangan capres-cawapres no 2. dan dari sinilah akar kerisauan kolektif itu terjadi, dimana diantara pendukung kedua belah pihak saling mengeklaim kemenangan. Disinlah peran kandidat presiden setiap kubu diperlukan, dimana ia harus bisa bersikap dewasa dengan bersabar menunggu hasil Pilpres yang resmi dan sah dari KPU serta bersikap legawa atas hasil yang nantinya akan diumumkan. Sikap tersebut penting guna mengantisipasi ancaman konflik yang dikhawatirkan terjadi jika kekecewaan itu bersenyawa dengan fanatisme kelompok yang tidak menerima kekalahan.

Sehingga yang paling diperlukan saat ini adalah tumbuhnya kultur demokrasi yang mejadikan seseorang untuk terbiasa menerima kekalahan dan mengakui keunggulan lawan karena sesungguhnya sikap inilah yang dapat meredam konflik terjadi.

Jika berpijak pada pendapat Dr. Therese Rando, ahli psikologi klinis maka ada lima bentuk bagaimana tindakan menyikapi kekalahan dalam pemilihan umum yang ia singkat dengan 5 R. Pertama, Recognize (mengakui), di fase ini pihak yang kalah tidak akan menerima kekalahnya sebelum ia benar-benar mengakui kemenangan pihak lain secara sah. Kedua, React (bereaksi), para simpatisan dan pendukung pihak yang kalah akan bereaksi dengan berbagai cara untuk menentang pihak yang menang melalui media masa, berdemo dan lain sebagaianya. Maka disinilah pihak yang kalah diharapkan untuk tidak menyampaikan kata-kata yang provokatif untuk menghindari konflik yang lebih besar. Ketiga, Recollect (mengumpulkan kembali), yaitu sikap dimana pihak yang kalah mulai mengumpulkan kembali faktor-faktor yang menyebabkan kekalahan serta strategi-strategi apa yang telah dilakukan untuk di koreksi dan diberbaiki. Keempat, Relinquish (melepaskan), kubu yang kalah sudah bisa melepaskan emosi akibat kekalahanya. Kelima, Readjustment (penyesuaian), di fase yang terakhir ini, pihak yang kalah sudah bisa menyesuikan diri dengan keadaan dan menjalani hidupnya secara normal tanpa ada perasaan dendam ataupun tersakiti.

Lebih lanjut lagi, jika sebuah kekalahan tidak mampu disikapi secara bijaksana maka dihawatirkan timbul sebuah konflik yang didasari kecurigaan-kecurigaan, seperti halnya menuduh KPU tidak bersikap adil atau berpihak sebelah, menuduh adanya politik uang dibelakang kemanangan lawan dan lain sebagaianya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun