Mohon tunggu...
agustiawan imron
agustiawan imron Mohon Tunggu... Dokter -

Dokter muda yang ekspresif, senang bertenam, hobi bercanda dan dapat diandalkan

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Nasib Ibu DiKala Merayakan Hari Ibu?

24 Desember 2014   11:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:34 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Assalamualaikum.

Spesial Thanks for MAMA.

Present for you all.

Karena kemarin adalah hari Ibu, seluruh Indonesia merayakannya begitu. Aku juga nggak tau apa dan bagaimana kenapa tanggal 22 Desember adalah hari ibu. Maaf banget telat, karena banyak banget kesibukan selama beberapa hari ini. Yah tentunya agar nggak terlalu basi, aku mau nulisnya sekarang. Ketika masih ada waktu luang, dan inilah persembahan untuk ibuku. J

Yang jelas kita memang butuh waktu yang menjadi momentum untuk mengingat ibu, jujur aja! Aku kadang-kadang ingat ibu Cuma waktu sakit, bokek, susah, dan sangat jarang ingat ibu disaat sedang nyaman. Wow? Ya, kalo ente-ente juga jujur pasti sama kan?

Kata “Surga ditelapak kaki ibu” adalah kata yang sangat sering kita dengar, tapi bukan berarti kita cuci kaki ibu terus minum aer cuciannya ya, salah kaprah banget tau nggak.

Disela-sela kegiatan yang padat ini, aku pengen memberikan apresiasi yang sangat besar kepada ibuku, nenekku, ayahku yang pernah jadi ibu sementara buat aku, pengasuhku waktu bayi, dan semua ibu yang ada didunia.

Di kala kita merayakan hari ibu, tahukah anda jika banyak ibu yang menderita ketika melahirkan? Angka kematian ibu tahun lalu aja 359/100.000 angka kelahiran bayi. Bayangin aja, betapa mulianya seorang ibu yang melahirkan seorang manusia mungil tak berdosa, bertaruh dengan nyawa. Bahkan tak sedikit ibu yang kena komplikasi melahirkan. Belum lagi ibu yang terkena Diabetes Gestasional, eklamsi, dan beresiko terkena penyakit degenerative lainnya setelah melahirkan.

Belum cukup itu, ada beberapa suku yang mengasingkan seorang perempuan yang dating bulang, ada pula yang mengasingkan ibu yang sedang dalam masa nifas, bahkan mengasingkan ibu yang sedang hamil dipedalaman hutan. Ada juga beberapa bangsa yang memiliki adat “Wanita Hamil Makan Terakhir”. Jadi kayak gini, seorang perempuan boleh mengambil makanan setelah semua anggota keluarganya telah mendapatkan makanan. Oke kalau masih ada sisa, kalo tidak bagaimana? Kalo ada tapi sedikit bagaimana? Bagaimana dengan kebutuhan gizi seorang wanita hamil? Berbahaya bukan? Dan ini adalah cerita lama dari WHO. Kesetaraan gender memang perlu diwaktu yang tepat, seperti kasus diatas.

Pendidikan, gizi, maupun perhatian kesehatan ke ibu memang masih kurang dan bahkan ada yang belum dapat terjangkau. Kepercayaan akan mitos-mitos jaman dulu juga terkadang dapat menyebabkan hambatan maupun komplikasi pasca natal. Seperti, tindakan persalinan oleh dukun beranak yang tidak terlatih. Bahkan ada juga yang memanaskan (maaf) lubang bersalin dengan bara yang memang itu tidak steril.

Akses pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau, terkadang menyebabkan sebuah pos kesehatan hanya sebuah symbol didekat desa tersebut. Seperti di Indonesia yang memiliki distribusi penduduk yang beraneka ragam jika kita tinjau dengan ilmu antropologi. Kondisi masyarakat di Jawa, Sumatera, Papua, Kalimantan dan lainnya sangat berbeda. Seperti di Jawa yang aksesnya mudah, tida seperti di Papua maupun Kalimantan yang terkadang ibu hamil dan suaminya harus bernyanyi “mendaki gunung melewati lembah, sungai mengalir indah kelautan.”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun