Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lebih Beriman Justru Makin Mudah Tersinggung?

17 Februari 2017   08:26 Diperbarui: 17 Februari 2017   08:50 2766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: quitday.org

Beberapa bulan belakangan ini, dalam diskusi di group WhatsApp, Twitter maupun Facebook, sering didapati beberapa orang menjadi sangat sensitif terhadap hal-hal tertentu, terutama menyangkut keyakinan dan keimanan.

Ketika berbicara tentang Pilkada Jakarta dengan masalah Ahoknya, tentang ISIS dan juga Suriah dengan masalah Suni vs Syiahnya, sebagian orang menjadikan tafsir keyakinannya sendiri sebagai landasan pembenaran, sekaligus penolak bagi masukan yang berbeda.

Hal ini menyebabkan diskusi menjadi kaku dan tidak bebas lagi. Nada tulisan beberapa teman menjadi tinggi, menunjukan ketidaksukaan dan kemarahannya. Bahkan sudah mulai kotbah dan menjelaskan mana yang benar dan salah menurut keyakinannya. Sementara itu, saya sendiri beranggapan bahwa hal tersebut masih biasa-biasa saja.

Aneh memang, hal yang dulu biasa saja untuk dibicarakan, sekarang menjadi tabu dan sensitif, serta mengharuskan saya untuk lebih berhati-hati dalam berdiskusi. Hubungan tidak seakrab dan selepas dulu lagi akibat teman yang sudah merasa ‘lebih beriman’.

Iman Bagaikan Biji Tanaman

Sejatinya, pertumbuhan keimanan seseorang identik dengan pertumbuhan biji tanaman. Kalau biji tanaman yang di tanam, kemudian ditutup sekelilingnya sehingga tidak mendapat cahaya matahari sama sekali, maka bisa dipastikan biji tersebut akan mati, tidak sempat tumbuh menjadi tanaman.

Apabila hanya satu sisi sekat dinding saja yang dibuka, sementara sisi-sisi lainnya tertutup rapat, maka biji akan tumbuh, namun hanya akan tumbuh menjadi pohon yang kerdil dan tidak sempurna. Ini diakibatkan si pohon tidak menerima cahaya matahari secara optimal.

Begitu juga dengan iman, yang kalau hanya menerima dari satu sisi ‘cahaya kebenaran’ dan menutup sisi-sisi yang lain, maka iman tersebut hanya akan tumbuh kerdil. Output dari iman kerdil adalah fanatisme berlebihan dan mudah tersinggung bila sedikit saja keyakinannya diusik.

Secara lebih specific ,mereka hanya mau menerima ‘cahaya kebenaran’ yang datang dari kitab suci agamanya sendiri dan tidak mau menerima yang lain. Maka, tidaklah heran, mereka akan langsung bereaksi dan menolak apabila ada ‘cahaya kebenaran’ versi lain di luar kitab sucinya.

Bahkan ada juga yang mempersempit diri dengan hanya mau menerima ‘cahaya kebenaran’ dari aliran dan tafsir mereka saja dan menutup rapat aliran dan tafsir pihak lain meski sama kitab sucinya. Orang-orang semacam ini juga tidak akan segan-segan mengancam pihak lain yang dinilai bisa merusak kadar ‘keimanan’ mereka.

Biji Tumbuh Menjadi Pohon Berbuah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun