Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Percaya dan Mencari Tuhan

12 Mei 2018   15:41 Diperbarui: 29 Mei 2018   11:25 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: awaken.com

Sering kita mendengar pertanyaan "Apakah kamu percaya Tuhan?"

Orang yang beragama tentu akan menjawab iya percaya, sementara seorang atheis akan menjawab tidak percaya, karena Tuhan itu tidak ada. Ada juga orang yang ketika mendapat pertanyaan tersebut, bukannya menjawab tapi malah tersinggung. Apalagi bila pertanyaan tersebut diajukan di ruang publik. Bisa jadi tersinggung karena diragukan keyakinannya, atau karena dia sedang menutupi keraguan hatinya akan Tuhan.

Kalau direnungkan lebih dalam lagi, sebenarnya  pertanyaan tentang apakah seseorang percaya kepada Tuhan, sangatlah tidak tepat. Bahkan tidak bermakna sama sekali. Artinya bahwa percaya kepada Tuhan saja tidak cukup. Tidak bermakna.

Hal ini disebabkan pertanyaan tersebut tidak membuat orang yang ditanya menjadi aktif bergerak, namun hanya pasif. Tidak ada perkembangan dalam dirinya dalam hubungannya dengan Tuhan yang dia percaya. Ini seperti halnya orang yang percaya adanya misteri di alam, dan kalau hanya percaya saja, maka misteri akan tetap menjadi misteri. Tidak akan terkuak.

Akan lebih tepat dan berguna bila pertanyaan diganti dengan 'sudahkah anda mencari Tuhan dan ketemu?' Atau 'Bagaimana rasanya bertemu dengan Tuhan?'

Pertanyaan tersebut terkesan aneh dan tidak pantas untuk diucapkan. Selain itu, seperti tidak akan ada jawabannya. Namun, sejatinya pertanyaan tersebut adalah pintu awal untuk menemukan makna hidup sesungguhnya.

Pertanyaan tersebut sejatinya keinginan dari Tuhan sendiri yang bermetamorfosis menjadi Sang Alam, yang menginginkan agar setiap manusia bisa mengerti, merasakan dan kemudian menyatu dengan alam untuk bersama-sama bergerak menuju kesempurnaan keserasian.

Maka, ketika si pengelana dalam pencariannya yang dalam dan tulus tiba di tepi pantai, dia akan menemukan Tuhan yang bermetamorforsis menjadi Sang Alam. Bahwa gulungan ombak bagaikan kilauan barisan permata putih berlari menuju ke arahnya. Bahwa suara deburan ombak terdengan sangat indah bagaikan musik surgawi.

Begitu juga ketika sipencari Tuhan sampai pada ketinggian sebuah gunung. Dia akan diberi kemampuan melihat, bahwa gumpalan awan dan kabut putih di sekitarnya bagaikan selubung kain surgawi. Bunga edelweis yang terhampar, terlihat bagaikan hamparan permadani berhias butiran permata. Semuanya terasa mencengangkan, mengalirkan rasa nyaman dan damai yang tak terkira.

Maka, orang yang telah bertemu dengan Sang Alam, akan berusaha menyatu dengannya, merawatnya, membersihkannya dan mempercantiknya. Dengan demikian dia beroleh kesempurnaan dirinya bersama alam. Manusia hanya akan bisa menuju dirinya yang sempurna, bila menyatu, serasi dengan alam.

Tuhan sebagai Sang Misteri juga menginginkan manusia untuk terus menguakNya, meskipun di balik terkuaknya sebuah misteri akan selalu ada misteri lain. Hal ini ditujukan agar manusia semakin tercerahkan akal budinya untuk menuju suatu kecerahan yang sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun