Mohon tunggu...
Agus Sulaiman
Agus Sulaiman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Profesional Instruktur Selam ADS-International, Pelatih Pramuka, Outbound dan Kontraktor

Sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberi manfaat bagi banyak orang... Jayalah Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan Menuju Pulau MASPARI

25 Mei 2011   18:23 Diperbarui: 4 April 2017   17:51 4444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OKI-SUMSEL Sumatera Selatan tidak memiliki Pulau di lepas pantai, Sumatera Selatan tidak memiliki Pantai yang indah, di Sumatera Selatan tidak ada area spot untuk melakukan Diving atau snorkeling, seperti di Bali, semua anggapan tersebut akan terbantahkan dengan segala potensi yang ada di Pulau Maspari. Pulau Maspari adalah sebuah pulau indah yang terletak di Desa Sungai Lumpur Kecamatan Tulung Selapan.

Perjalanan menuju Pulau Maspari dapat ditempuh melalui jalur timur wilayah Provinsi Sumatera Selatan tepatnya kearah Sungai Lumpur-OKI. Dari Kota Palembang menuju Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumsel hanya memakan waktu sekitar + 6 jam perjalanan darat dan air sampai ke Pulau Maspari.

[caption id="attachment_395178" align="alignleft" width="656" caption="Pulau Maspari dilihat dari tengah Laut"][/caption]

Perjalanan menuju Pulau Maspari apabila ditempuh dari Kota Palembang dapat melalui 2 alternatif; alternatif pertama yakni menggunakan jalur air yg langsung dari perairan Sungai Musi, tepatnya melalui BKB (Benteng Kuto Besak) atau dermaga dekat Jembatan Musi naik kapal speed dengan motor tempel menelusuri Sungai Musi menuju Upang dan jalur Laut Selat Bangka kearah timur Sumatera Selatan langsung menuju Pulau Maspari dalam waktu lebih kurang 6 jam.  Alternatif berikutnya yakni melalui jalur darat dan susur Sungai Lumpur, dari Kota Palembang menuju Kecamatan Tulung Selapan-OKI lebih kurang 2 jam, kemudian disambung dari Kecamatan Tulung Selapan-OKI dengan kapal speed motor tempel langsung menuju Pulau Maspari dengan jarak tempuh lebih kurang 4 jam perjalanan air.

[caption id="attachment_395179" align="alignleft" width="237" caption="Becak ciri Khas Tulung Selapan"]

14231501211667148308
14231501211667148308
[/caption]

[caption id="attachment_395180" align="alignleft" width="234" caption="Saat-sat menuju Pulau Maspari"]

14231503011615890325
14231503011615890325
[/caption]

Tim penulusuran awal Pulau Maspari terdiri dari ;

-Lettu Laut Raden Agung Gunawan-Kasie KUMLA LANAL Palembang.

-Letda Laut Soehartoyo-Kasie Lidik LANAL Palembang.

-Agus Sulaiman-Pamong Saka Bahari Sumsel LANAL Palembang.

-Serma Mes Masbudi-Komandan Pos TNI-AL Sungai Lumpur.

-Koptu Amo Untung WD Anggota Pos TNI-AL Sungai Lumpur.

Pos TNI-AL Sungai Lumpur yang Miris

Hari sudah sore ketika Saya dan tim tiba di Pos TNI-AL Sungai Lumpur, disini kami beristirahat sambil mengatur strategi dan mempersiapkan segala kemungkinan untuk menuju ke Pulau Maspari meskipun jarak dari Pos TNI-AL ke Pulau Maspari kurang dari 1 jam perjalanan air. Komandan Posal dan seluruh anggota begitu bersemangat menyambut kedatangan kami. Bahkan suguhan makanan khas sumber daya alam Sungai Lumpur sudah tersaji dengan sangat menggiurkan. Betapa tidak hidangan udang asam manis, udang goreng, ikan sayur santan, tempe, kerupuk dan masih banyak lagi begitu mengundang selera. Namun tidak sebatas itu saja,  ternyata  semuanya  dimasak sendiri oleh anggota Pos TNI-AL Sertu Mar. A. Zaidan dan Koptu Amo Untung WD yang sudah cukup saya kenal.

Saya begitu miris melihat kondisi Pos TNI-AL Sungai Lumpur ini. Bangunan kecil berdinding kayu, bertiang kayu dan atap seng, terkesan seadanya dan sangat jauh dari kemewahan. Listrikpun ternyata masih menggunakan genset manual berukuran kecil, televisi memang ada namun tidak ada satupun siaran yang tertangkap alat informasi media publik ini. Sinyal alat komunikasi HP sangat terbatas, hanya satu dua sinyal yang mampu tertangkap cukup lumayan. Belum lagi letak Posal yang berseberangan sungai dengan pemukiman padat penduduk alias berada pada sisi yg berlawanan, sehingga apabila membutuhkan apapun untuk keperluan sehari-hari maka mesti “menumpang” naik kapal speed atau perahu milik nelayan setempat yang kebetulan memang cukup ramai lalu lalang di perairan Sungai Lumpur. Lho kok menumpang? Yah, begitulah satu  hal lagi kondisi yang paling miris dari Kondisi Pos TNI-AL Sungai Lumpur ini, meskipun disebut sebagai “Raja” dilaut tetapi ternyata “Sang Raja” tidak memiliki alat transportasi sendiri untuk beraktifitas. Berkali-kali saya menarik nafas panjang demi melihat kondisi tersebut diatas, ketika saya tanya dimana speed milik TNI-AL ternyata, jangankan mesinnya yang sudah rusak parah, perahunyapun ternyata sudah karam di belakang Posal.

Namun meskipun demikian, tidak tertangkap kesan susah dan sulit dari semua anggota Pos TNI-AL Sungai Lumpur yang berjumlah 4 orang termasuk Komandan Posal. Keceriaan dan kekeluargaan tergambar jelas diwajah mereka. Dalam hati saya menduga mungkin Komandan Posal sangat sengaja meminta kami beristirahat sejenak di “pangkalannya” agar tahu dan dapat menilai sendiri “kemewahan” dan kondisi yang sebenarnya. Yah, dari semua kenyataan tersebut diatas secara pribadipun saya sangat maklum, melalui tulisan ini saya berharap ada kepedulian dari pihak terkait untuk setidaknya memenuhi sebutan “Raja dilaut” dan pantas disebut Posal.

[caption id="attachment_395181" align="alignleft" width="279" caption="Senja di desa Sungai Lumpur"]

1423150475400369188
1423150475400369188
[/caption] Hari semakin senja, diseberang Sungai Lumpur nampak berjejer rumah-rumah panggung dan Rumah Walet, perahu jukung dan speed hilir mudik melintasi permukaan air Sungai Lumpur yang beranjak mulai pasang. Aktifitas warga Sungai Lumpur memang sangat tergantung dengan moda air, karena memang tidak ada jalur darat yang bisa digunakan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Jalur darat hanya dapat dilalui dengan jembatan setapak penghubung sambung-menyambung dari rumah satu kerumah lainnya. Sayapun tidak menyia-nyiakan pemandangan ini, segera saya abadikan semuanya mengambil beberapa moment berharga potret kehidupan warga Sungai Lumpur.

Sebelum istirahat malam, kami memastikan lagi peralatan yang perlu dibawa dan paling dibutuhkan saat berada di Pulau Maspari nanti. Maklum informasi yang kami terima tentang kondisi Pulau Maspari yang konon tidak berpenghuni ini masih sangat sedikit, jadi kami harus memperkirakan segala kemungkinan sematang mungkin.

Daftar peralatan dan kebutuhan yang dibawa ;

-Peralatan Selam 2 set lengkap.

-Tabung Selam 4 buah.

-Kamera standar.

-Kamera Foto bawah air.

-Peta laut dan GPS.

-Beberapa Senter besar dan kecil.

-Sleeping bad dan alas tidur.

-Jaket Pelampung, tali.

-Obat-obatan P3K.

-Radio Komunikasi.

-Bahan makanan dan minuman secukupnya.

-Peralatan memasak.

-Beberapa senjata, dll.

Setelah dirasa cukup kamipun mencoba menikmati angin malam dengan duduk di teras Posal sambil terus bercengkrama menceritakan pengalaman hidup, sesekali gelak tawa memecah malam tatkala Letda Soehartoyo memaparkan cerita-cerita lucu. Duduk diteras ini memang lebih segar ketimbang duduk di dalam ruangan yang terasa pengap karena sirkulasi udara yang kurang baik atau juga karena uap air Sungai Lumpur yang agak asin karena dekat dengan lautan. Langit tampak memerah pada malam itu, kamipun berharap hujan segera turun, agar mampu memberikan udara yang lebih segar. Namun hujan inipun ternyata menjadi “keasyikan” tersendiri bagi semua penghuni Posal. Karena hanya kalau hujan turunlah mereka baru bisa mandi air segar, namun hujan juga justru membuat mereka harus ekstra sibuk karena kondisi atap yang bocor dimana-mana.

Saya seakan mendapat hidayah luar biasa dari sosok Komandan Posal Sungai Lumpur ini, tak terbersit jejak “sulit” diwajahnya, tutur bahasanyapun santun, namun tetap tegas, beliau sangat tidak ingin berkeluh kesah. Kesulitan baginya harus dianggap sebagai keceriaan, kesusahan harus pula dianggap sebagai keasyikan. Intinya hadapi saja semuanya dengan ‘enjoy’ sehingga sesulit apapun kita akan tetap merasa nyaman. Nampaknya terpaan pengalaman sebagai Prajurit TNI-AL telah banyak memberinya makna dalam hidup sehingga mampu untuk terus berpikir positif.

Saatnya Menuju Pulau Maspari

Menjelang subuh kami semua telah terjaga dari tidur, sayapun segera bersiap-siap dan mengeluarkan semua barang dan peralatan ketepian tangga dermaga pos sambil menunggu kapal speed “carteran” kami datang.

[caption id="attachment_395183" align="alignleft" width="216" caption="Saatnya menuju Pulau Maspari"]

14231506751237561289
14231506751237561289
[/caption]

Saatnyapun tiba, ketika kapal speed dengan mesin temple 40 PK yang kami sewa merapat di dermaga Posal, langsung kami kondisikan barang dan peralatan terlebih dahulu. Baru kemudian kami langsung meluncur menuju Pulau Maspari.

Tidak seberapa lama kemudian mulai tampak samar-samar Pulau Maspari, segera saja saya abadikan penampakkan Pulau ini, namun demikian kami sempat mengalami sedikit kesulitan untuk merapat ke Pulau ini, beberapa kali “sang nakhoda” mengganti kipas baling-baling kapalnya untuk mendapatkan kelajuan yang lebih baik, beberapa kali pula kapal yang kami tumpangi harus terhempas sehingga meskipun kami berada di dalam kapal namun kondisi kami semua basah kuyup terkena terpaan dan hempasan ombak. selain ombak dan arus yang cukup deras yang menjadi hambatan juga ternyata susunan barang dan peralatan-peralatan yang tertumpu dan ditempatkan di bagian depan kapal menyulitkan “sang nakhoda” untuk membuat laju kapal lebih sempurna.

Setelah sempat mengitari hampir sebagian besar Pulau Maspari kamipun melihat ada dermaga putus dan beberapa bangunan milik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Selatan. Ditepi pantai kami juga melihat beberapa kapal nelayan dari Toboali- Bangka Belitung yang sudah merapat. “Sang Nakhoda” harus ekstra hati-hati untuk menuju tepian pantai karena untuk menuju pantai Pulau ini ternyata banyak karang-karang besar dan tersembunyi di bawah air, yang apabila tidak hati-hati maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Maka “Sang Nakhoda”pun akhirnya memilih untuk mematikan mesin dan mencoba mendayung secara perlahan menuju tepian pantai Pulau Maspari. Beruntung beberapa nelayan Toboali yang sepertinya sudah sangat mengenal kondisi perairan pantai Pulau Maspari ini turut membantu kami dengan memberikan arah dan petunjuk yang paling aman.

Begitu menepi kamipun segera disambut oleh Pak Udin penjaga Pulau Maspari pegawai honor dari DKP Provinsi Sumatera Selatan yang sudah tahu akan kedatangan kami, karena sebelumya memang telah berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kepala Dinas DKP Provinsi Sumatera Selatan. Pak Udin langsung mengarahkan kami ketempat peristirahatan yang telah disiapkan.

[caption id="attachment_395185" align="alignleft" width="395" caption="Suasana Pantai di Pulau Maspari"]

1423151213292126293
1423151213292126293
[/caption]

Kami sangat terkejut demi melihat kondisi Pulau Maspari yang sangat jauh dari gambaran kami sebelumnya, ternyata Pulau Maspari begitu luas, bahkan ada pantai pasir putih yang indah dan yang lebih mengejutkan kami lagi di pulau ini telah ada bangunan permanen tempat pembenihan dan pembesaran ikan milik DKP Provinsi Sumatera Selatan lengkap dengan beberapa rumah penjagaan, jauh lebih mewah bila dibandingkan dengan Pos TNI-AL di Sungai Lumpur, bahkan sebenarnya terkesan “mewah”. Meskipun sangat pula disayangkan ternyata tempat pembenihan ini kurang terjaga dengan baik, bahkan tidak satupun kolam pembenihan berisi air.

Tanpa membuang waktu lebih lama lagi kamipun segera melihat lebih jauh lauh mencoba untuk lebih mengenal Pulau Maspari secara luar dalam. Kamipun memecah tim menjadi dua bagian; satu tim tiga orang Letda Soehartoyo, Serma Masbudi dan Kopda Untung mengitari bagian selatan Pulau, kemudian tim berikutnya Lettu R. Agung Gunawan dan Saya Agus Sulaiman dengan ditemani oleh Pak Udin mengitari sisanya.

Pantai pasir putih berbentuk ekor ikan Pari yang bisa berubah.

[caption id="attachment_395186" align="alignright" width="291" caption="Pantai bagian "]

14231513541873102633
14231513541873102633
[/caption] Pak Udin segera saja mengajak kami untuk melihat kondisi pantai pasir putih Pulau Maspari yang berada tidak jauh dari tempat peristirahatan kami. Sayapun akhirnya dapat melihat sendiri yang banyak diceritakan orang Rumah Panggung dari kayu dengan ornamen ciri khas salah satu daerah Ogan Komering Ilir yang konon sengaja dibangun oleh Bupati OKI saat ini. Posisinya begitu strategis menghadap pantai paling indah di Pulau Maspari ini, teduh dan sejuk dengan semilir angin yang menghembus perlahan.

Dipantai yang jernih ini saya segera mendokumentasi beberapa jenis serpihan terumbu karang yang kami temui sambil mencari titik terbaik untuk melakukan diving nantinya. Perkiraan sementara kerusakan terumbu karang yang ada di Pulau Maspari kemungkinan terbesar disebabkan oleh jaring Trawl atau mungkin juga bom ikan. Mengingat kondisi fisik serpihan terumbu karang sangat beragam, sehingga asumsi sementara dari saya adalah demikian.

[caption id="attachment_395187" align="alignleft" width="281" caption="Beberapa Terumbu Karang"]

14231515061736619544
14231515061736619544
[/caption] [caption id="attachment_395188" align="alignleft" width="286" caption="Salah Satu jenis Anemon Laut "]
1423151586990447995
1423151586990447995
[/caption]

Pemandangan dibeberapa bagian pantai pulau ini sangat indah, deburan ombak yang sedang terasa lebih bersahabat, apalagi kejernihan airnya yang menawan, tetapi apabila dibiarkan lebih lama tanpa sentuhan untuk memperbaiki kondisi alam Pulau Maspari, tidak diragukan lagi Pulau Maspari akan jadi pulau yang tidak ubahnya seperti hamparan onggokan tanah berlumpur seperti terlihat dibeberapa bagian pulau ini yang sudah mulai rusak.

Pak Udin segera pula menunjukkan bagian tereksostis pulau ini, yakni pantai pasir meliuk memanjang yang menyerupai ekor ikan pari, bahkan menurut Pak Udin bagian ekor ini pada musim tertentu akan berubah-ubah liukannya mengikuti terpaan angin, ombak dan arus yang membawa pasir kearah tertentu dan membentuk sebuah dataran menyerupai ekor ikan pari.

Telur Penyu Sisik

Selanjutnya tanpa sungkan Pak Udinpun menunjukkan salah satu lokasi tempat telur penyu yang siap menetas, setelah dilakukan sedikit penggalian oleh Pak Udin kamipun menemukan ratusan telur dalam satu lubang yang siap menetas, disaat yang bersamaan tanpa diduga ternyata ada satu butir telur yang telah menetas sehingga dapat segera saya kenali bahwa itu adalah tukik jenis penyu sisik yang keberadaannya sangat dilindungi karena sudah cukup langka di muka bumi ini. Telur Penyu Sisik Konon dari 1.000 butir telur diperkirakan hanya satu ekor saja yang mampu bertahan hingga dewasa, selebihnya banyak mati sebelum mencapai dewasa. Belum lagi karena campur tangan manusia yang tidak bertanggungjawab yang memburu telur-telur penyu ini bahkan sebelum telur ini sempat menetas. Untuk satu ekor induk penyu sekali bertelur lebih kurang sebanyak 250 butir, artinya kalau untuk 1.000 butir baru bisa didapat dari setidaknya 4 ekor induk.

Demi melihat kondisi ini tidaklah berlebihan apabila penulis berharap ada kepedulian nyata dari berbagai pihak yang mau membuat penangkaran untuk perkembangan dan penyelamatan penyu langka ini.

Pohon Sinyal HP

Setelah puas mengamati dan “mengenal” sekilas pulau ini kamipun kembali ketempat peristirahatan dan segera mempersiapkan peralatan untuk langsung diving. Namun ternyata dirumah tempat peristirahatan kami itu telah terhidang jamuan makan siang meskipun waktu belum menunjukkan tengah hari, namun kami merasa tidak enak kalau harus membiarkan hidangan dari “tuan rumah” pulau ini. Di pulau ini ternyata Pak Udin tidak tinggal sendirian tetapi ada pula orangtuanya, istri serta anaknya. Bahkan kebetulan pula disaat itu ada pula empat orang kerabat Pak Udin yang kebetulan berkunjung ke pulau ini.

Sambil santap siang kamipun saling bertukar informasi dari visual masing-masing tim. Tergambar dengan jelas semangat tinggi dari kedua tim seakan saling ingin menyaingi keindahan visual masing-masing. Tim Letda Soehartoyo menceritakan bahwa mereka menemukan beberapa sumur air payau juga menemukan lorong yang menyerupai gua namun tidak berani ambil resiko untuk masuk lebih jauh mengingat tugas kita hanya sebagai pengamatan awal. Kamipun tidak kalah seru turut juga menceritakan hal-hal yang kami jumpai seperti tersebut diatas.

Selesai makan kami mencoba untuk berkomunikasi lewat ponsel dengan keluarga masing-masing, namun hal ini terkendala sinyal yang sangat lemah itupun hanya satu provider saja. Melihat kesibukan kami mencari sinyal, Pak Udinpun lantas memberi informasi bahwa sinyal kuat hanya didapat apabila kita “duduk” lebih tinggi pada posisi yang tepat yakni diatas pohon. Ternyata memang benar di tengah pohon ini sudah ada tertempel beberapa tempat handphone milik Pak Udin yang terbuat dari  potongan botol bekas air mineral. Praktis pohon ini seakan menjadi posko utama dari pulau ini, karena hanya di atas pohon inilah tempat paling strategis untuk menelpon, itupun kadangkala masih suka terputus karena hilang sinyal. Diatas pohon ini sendiri sudah dibuat bangku tempat duduk khusus untuk menelpon, kelucuanpun tak terhindarkan lagi karena kami harus rela antri demi untuk dapat duduk menelpon.

Aneka Terumbu Karang dan Rumput Laut

Tanpa ingin membuang waktu lebih lama lagi, Saya dan Lettu R. Agung segera bersiap untuk melakukan diving, setelah memakai wetsuit dan peralatan diving lengkap kamipun segera bergerak menuju titik yang kami inginkan. Namun kami cukup terkejut karena ternyata air sudah surut cukup jauh beberapa ratus meter dari bibir pantai tempat semula kami melihat pagi tadi. Akhirnya dengan tetap semangat Saya dan Lettu R. Agung Gunawan tetap bergerak mencari titik tebaik untuk melakukan penyelaman, cukup melelahkan memang mengingat beban total seluruh alat selam ini lebih dari 30 kg, belum lagi panas terik matahari menambah lebih indah suasana keringat yang mengucur  deras disekujur tubuh kami berdua.

[caption id="attachment_395190" align="alignleft" width="351" caption="Sesaat setelah melakukan penyelaman"]

1423152340423831461
1423152340423831461
[/caption] Setelah beristirahat sejenak dibatu karang kamipun segera bergerak melakukan penyelaman. Sayapun segera mendokumentasikan dengan kamera khusus bawah air beberapa terumbu karang dan rumput laut yang ada disekitar lokasi penyelaman. Saya sempat mengalami kesulitan karena kondisi arus dan visibity yang tidak terlalu panjang, namun setelah lebih lama barulah saya sadari bahwa visibility tersebut justru karena lumpur bekas jalur yang kami lewati terbawa arus. Setelah mendapati penyesuaian yang lebih baik maka beberapa jepretan dokumentasi berhasil saya abadikan dengan sempurna. Saya menemukan dinding karang yang langsung curam ke dasar lautan, namun tidak terlalu dalam hanya berkisar 6-8 meter saja, sayang sekali saya belum sempat mengekplortasi lebih lama lagi. Tetapi capaian hasil yang telah kami dapatkan sudah dirasa cukup memuaskan.

Selesai melakukan penyelaman kami langsung istirahat di teras rumah panggung dari kayu dengan ornamen ciri khas salah satu daerah Ogan Komering Ilir yang konon sengaja dibangun oleh Bupati OKI itu. Angin semilir segera saja melelapkan kami semua, kecuali Kopda Untung yang terus berjaga dari segala kemungkinan dengan senjata laras panjang AK-47 buatan Rusia rancangan Mikhail Kalashnikov dan merupakan senapan serbu yang paling banyak diproduksi serta  laris di pasaran dunia militer. AK-47 adalah singkatan dari Avtomat Kalashnikova 1947.

Dataran Berbunyi

Ketika sore menjelang kamipun terjaga dari lelap yang seakan tanpa mimpi, segera kami kembali ke rumah tempat peristirahatan milik DKP Provinsi Sumatera Selatan. Tanpa mau menunggu lebih lama saya langsung membersihkan peralatan Selam yang telah digunakan, suatu prosedur standar untuk menjaga kualitas dan keawetan peralatan selam sampai akhirnya saya dan rekan-rekan bersiap-siap mandi air di salah satu sumur yang ada di Pulau Maspari ini.

Sumur yang konon tidak pernah kering meski di musim kemarau ini sendiri berada sangat dekat dengan lokasi kami dan nelayan Toboali menambatkan perahu, sehingga praktis komunikasipun terbuka antara kami dengan para nelayan tersebut. Banyak informasi-informasi yang kami gali dari para nelayan Toboali ini, salah satunya adalah dataran “berbunyi” di Pulau Maspari yang mengarah ke atas bukit “Pandu” (nama bukit ini sebutan pribadi saya semata karena diatas bukit ini berdiri kokoh rambu suar yang berguna untuk memandu kapal-kapal laut yang lewat melintasi Selat Bangka). Rasa penasaran saya akhirnya menunda niat saya untuk mandi pada sore itu, langsung saja saya minta diantar ke lokasi tersebut.

Sambil terus menelusuri jalan setapak dan banyak ilalang, sang nelayan menceritakan bahwa bunyinya akan semakin bergema disaat musin kemarau tiba. Tidak seberapa jauh sang nelayan beberapa kali menghentakkan kakinya ke tanah, seakan ingin membuktikan dan menunjukkan apa yang telah ia ceritakan. Dan benar saja, pada dataran cukup luas yang kami pijak mengeluarkan suara “dung, dung, dung” dan terus bergema seiring kaki melangkah, apalagi kalau kita sambil menghentakkan kaki lebih keras, maka suaranyapun jadi terdengar lebih keras. Berbagai argumen dan spekulasipun banyak dilontarkan, mengira-ngira apa yang menyebabkan bunyi tersebut. Wallahualam.

Pengintaian Penyu Sisik

Bulan April adalah bulan yang tepat untuk melakukan pengamatan penyu sisik di Pulau Maspari ini. Menurut informasi yang kami terima dari pegawai DKP Provinsi Sumatera Selatan bahwa penyu sisik biasanya berkembang biak dan bertelur antara bulan Pebruari hingga bulan Juni. Jadi kamipun berdoa semoga saja malam nanti adalah malam keberuntungan kami untuk melihat proses bertelurnya penyu langka tersebut.

Malampun menjelang, setelah usai santap malam kami langsung melakukan “pengintaian” penyu sisik ditemani anak dan kerabat Pak Udin sambil melakukan pencarian ikan dan kepiting yang masih banyak tersebar di pulau ini. Sayang sekali kami tidak menjumpai seekorpun tanda-tanda penyu sisik. Kamipun segera kembali namun belum sempat kami duduk istirahat Pak Udin langsung menginformasikan dimana tempat paling sering penyu sisik naik dan bertelur. Setelah melewati jalan lintas hutan kecil di Pulau Maspari maka benar saja tidak berapa lama kemudian Pak Udin memberi isyarat bahwa dia menemukan jejak Penyu yang baru saja naik. Sayapun langsung mengamati dan mendokumentasikan jejak yang berukuran lebih kurang 60 cm itu. Namun ternyata jejak itu telah memutar kembali kelaut, jadi berarti kami telat sedikit saja, setelah menelusuri jejak penyu Pak Udin langsung saja menggali perkiraan lubang tempat penyu sisik “menyembunyikan” telurnya. Benar saja tidak seberapa lama kemudian ratusan butir-butir telur penyu segera terlihat, Pak Udin yang begitu cekatan dan piawai cepat sekali mengetahui dimana titik yang paling tepat tempat sang induk menyembunyikan telurnya. Setelah didokumentasikan segera kami tutup kembali lubang telur penyu tersebut dengan hati-hati, harus dilakukan dengan tepat agar kita tidak justru membunuh atau merusak telur-telur penyu tersebut. Malam itu kami menemukan dua titik tempat sang induk bertelur.

b

[caption id="attachment_395191" align="alignleft" width="256" caption="Foto salah satu sudut Pulau Maspari"]

14231524912129524900
14231524912129524900
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun