Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Akhirnya Remko Bicentini pun Bicara

28 September 2022   08:25 Diperbarui: 28 September 2022   08:36 62290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raut muka Remko Bicentini, pelatih Curacao tadi malam tampak sangat kusut. Lebih kusut dibandingkan dengan saat harus menelan kekalahan 2-3 pada laga pertama. Sebab pada saat itu dia masih bisa berharap dapat menebus kekalahan itu di laga kedua. Namun apa mau dikata, gol cerdik sang supersub, Dendy Sulistyawan mengubur impian itu. Skor 1-2 pun harus ditelah oleh Curacao.

Pasca kekalahan tersebut, muncul komentar sang pelatih atas kekalahan itu. Setelah menyampaikan sanjungan, muncul nada minor dari bibirnya. Apalagi kalau tidak menyalahkan sang pengadil dalam laga tadi malam. Mudahnya Xaypaseth Phongsait, sang pengadil dari Laos meniup peluit, dianggap merusak irama permainan Curacao. Permainan cepat yang mereka terapkan menjadi ambyar karenanya.

Tudingan kedua yang muncul dari bibir sang pelatih kemudian menyasar pada level kompetisi. Dengan gestur yang tidak enak, dia menyindir level kompetisi yang dianggap tidak selevel dengan mereka. Entah dalam hal ini apa yang dia maksud. Apakah dalam level kompetisi mereka berbagai pelanggaran keras yang terjadi selama laga menunjukkan level kompetisi mereka lebih tinggi. Tampaknya hanya Remko Bicentini yang tahu.

Kembali pada masalah wasit, tampaknya ini seperti lagu klasik yang sering dinyanyikan seorang pelatih saat kesebelasan yang dilatih menghadapi kekalahan. Sebab cara ini mungkin cara paling aman untuk bersembunyi dari kekalahan yang diterima. 

Namun apabila melihat intensitas pelanggaran yang terjadi selama laga berlangsung, apa yang disampaikan oleh Remko Bicentini tidak pas. Lima kartu kuning, ditambah satu kartu merah selama laga berlangsung menunjukkan kerasnya pertandingan tadi malam.

Kerasnya pertandingan tadi malam sebenarnya satu hal yang wajar. Kengototan para pemain Curacao menekan para pemain Indonesia, bukanlah tanpa sebab. Rasa frustasi yang mereka alami, salah satunya menjadi pemicu pertandingan tadi malam. 

Harga diri mereka yang merasa terinjak karena kekalahan pada laga pertama, membuat mereka ingin membalasnya. Namun ironisnya justru mereka berada di bawah tekanan pemain Indonesia, meskipun mereka memenangi penguasaan bola.

Postur tinggi mereka, justru menjadi bulan-bulanan kecepatan dan kelincahan para pemain Indonesia. Sehingga beberapa kali pemain Indonesia harus mengerang kesakitan saat laga berlangsung seperti Pratama Arhan, Egy, Witan Sulaiman maupun Rahmat Irianto. 

Dari  nama-nama tersebut Pratama Arhan dan Rahmat Irianto yang paling banyak merasakan hantaman para pemain Curacao. Puncaknya adalah takel Juninho pada Marcelino yang berujung pada kartu merah terhadap Juninho.

Lepas dari apa yang diucapkan Remko Bicentini apresiasi tinggi patut diberikan pada Shin Tae-yong. Upayanya selama ini telah mampu membangun mental para pemain Indonesia. Sikap ngotot dan ngeyel khas pemain Korea Selatan telah merasuk dalam tubuh mereka. Selain itu faktor stamina yang selama ini menjadi penyakit turunan para pemain Indonesia, perlahan mulai lenyap.

Lembah Tidar, 28 September 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun