Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendidik Itu Berbeda dengan Mengajar

23 September 2022   07:57 Diperbarui: 23 September 2022   08:06 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sudah saatnya seorang guru mengutamakan pembentukan karakter luhur pada anak didik dibanding menjejali dengan materi. (sumber: suaramerdeka.com)

Mungkin ada yang bertanya-tanya dengan judul di atas. Beneran, atau malah faktor kebingungan yang nulis. Hehe ... silakan tebak sendiri. Yang jelas kali ini saya pingin sharing berkaitan dengan hal ini. Nanti kalau ada yang kurang tepat, bisa diobrolkan bersama sambil minum kopi dan menikmati kudapan seadanya.

Sebenarnya sama enggak sih antara mendidik dan mengajar itu? Karena mungkin saja ada sebagian teman guru yang menganggap hal ini sama. Pokoknya asal seorang guru berdiri di depan kelas, itu namanya mengajar juga mendidik. Enggak ada bedanya. Sehingga setelah dia meninggalkan kelas, tugas itu selesai.

Pendapat itu sah-sah saja, sejauh sang guru tersebut belum mengetahui perbedaan keduanya. Tapi jika sudah tahu, maka seharusnya mulai berbenah dengan tugas tersebut. Dalam beberapa referensi yang saya baca, secara sederhana perbedaan keduanya adalah pada apa yang kita garap. Kalau mengajar itu sebatas proses transfer pengetahuan (kognitif) dan psikomotor (ketrampilan) pada anak didik. bisa di depan atau di luar kelas. Sedangkan mendidik, bidang garapannya adalah urusan pembentukan nilai dan sikap pada anak didik (afektif)

Nah jika ditimbang-timbang, lebih mudah yang mana sih antara mengajar dan mendidik? Dengan tegas saya katakan lebih mudah mengajar. Jawaban tegas saya ini didasarkan pada kejelasan prosedur yang ditempuh dan hasil yang kita dapatkan. Tugas mengajar secara nyata tampak tahap-tahap yang harus dijalani. Setelah proses selesai, pingin tahu hasilnya pun gampang. Tinggal lakukan langkah evaluasi, jreng terpampang deretan angka yang menunjukkan sejauh mana materi kita dikuasai anak. Jika ada yang di bawah KKM, tinggal lakukan remidi. Selesai.

Kalau mendidik, jujur ini sulit sekali. Selain tahap-tahap yang harus dilakukan tidak sejelas tahapan dalam mengajar, hasilnya pun tidak selalu jelas dan butuh waktu lama. Perubahan sikap dan perilaku anak didik tidak dapat terjadi secara seketika, butuh waktu untuk itu. Selain itu terkadang perubahan yang terjadi terkadang palsu, artinya kita tidak mampu mendeteksi dengan tepat perubahan itu.

Tugas mendidik inilah yang seharusnya kita kedepankan, bukan mengajar. Karena sejatinya sikap dan perilaku inilah yang nanti akan jadi bekal utama anak-anak kita. Namun dikarenakan berbagai alasan, sebagian guru menomorduakan atau bahkan tidak melakukan tugas ini. Mereka cenderung mengejar target kurikulum dan deretan angka-angka indah di rapor anak didiknya. Sisi sikap dan perilaku tidak tersentuh sama sekali, ketika ada sikap yang dianggap tidak pas hanya kemarahan yang ditumpahkan, tanpa memberi solusi sama sekali. Bagi mereka kemarahan itu menjadi cara membenahi sikap dan perilaku anak didiknya.

Nah jika hal ini yang dilakukan, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada anak-anak kita. Sebab dalam teori pendidikan, punisment dan reward adalah satu pasangan yang saling melengkapi. Keduanya sangat berperan penting dalam pembentukan sikap dan perilaku anak-anak kita.

Selain dua hal itu, satu lagi yang tidak boleh kita lupakan adalah sisi keteladanan dari sang guru itu sendiri. Contoh perilaku terpuji dari seorang guru jauh lebih dahsyat dibandingkan seribu nasihat yang disemburkan tanpa diikuti teladan dari sang guru. Demikian pula sebaliknya, perilaku tidak terpuji dari sang guru akan menjadi bumerang sekaligus menjatuhkan harga diri mereka di depan murid.

Berkaca dari itu semua, rasanya sudah saatnya kita untuk bercermin lagi. Adakah tugas mulia itu sudah kita laksanakan. Ingatlah bahwa mendidik itu juga ladang ibadah bagi setiap guru. Manakala anak didik yang kita ajar mampu tampil menjadi anak berkepribadian luhur, pahala pasti akan mengalir dalam diri kita. Pahala itu bukan sembarang pahala, karena pahala itu akan menjadi amal jariyah bagi kita. Selain itu, dalam benak anak akan terekam jelas apa yang telah kita contohkan dan perbuat sampai anak itu meninggal. Luar biasa, kan? Ayo, berubah!

Lembah Tidar, 21 September 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun