Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Raya Bukan Ladang Pembantaian

12 September 2022   11:39 Diperbarui: 12 September 2022   12:27 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bis pariwisata kecelakaan di Wonosobo. (sumber: republica.com)

Beberapa hari belakangan ini, berita kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan begitu banyak korban menghiasi berbagai ruang publik. Sehingga mau tidak mau label bahwa jalan raya tak ubahnya sebagai ladang pembantaian, seakan terbukti. Kisah tragis terakhir, terjadi minggu lalu di Kretek Wonosobo. Saat sebuah bis mengalami rem blong dan menghantam beberapa kendaraan di depannya. Beberapa korban pun harus menghembuskan napas dalam kondisi tidak sepenuhnya.

Berkaca dari beberapa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan besar, pokok permasalahan penyebab kecelakaan adalah kegagalan pengereman. Dalam kondisi jalan menurun, situasi semacam ini benar-benar menjadi sebuah horror yang luar biasa. Dua pilihan yang sama beratnya adalah membuang kendaraan bermotor ke arah lain, atau malahan menyeruduk beberapa kendaraan di depannya, dan kesemuanya pasti menimbulkan korban jiwa.

Menurut beberapa pengamat transportasi umum, berbagai kecelakaan tersebut disebabkan oleh 2 hal. Pertama faktor human error, dari sang pengemudi sendiri. Kompetensi yang kurang memadai dari sang pengemudi, dapat menjadi bencana bagi pengguna jalan lain.

Faktor kedua yang tidak kalah penting adalah kelaikan kendaraan bermotor itu sendiri. Bagaimanapun hebatnya seorang pengemudi, jika ada sesuatu yang tidak beres dengan kendaraan yang dibawanya, terutama beberapa bagian penting, dapat dipastikan akan terjadi kecelekaan tersebut.

Berkaitan dengan faktor pengemudi, terdapat beberapa hal menarik. Faktor pertama, tingkat kebugaran pengemudi. Diakui atau tidak, tetap ada batas kekuatan seorang pengemudi dalam membawa sebuah kendaraan bermotor. Kelelahan yang berujung pada rasa kantuk, menjadi penyebab paling sering terjadinya sebuah kecelakaan lalu lintas. 

Memaksakan diri mengemudikan kendaraan bermotor dengan kondisi semacam ini, dapat menjadi bencana bagi dirinya ataupun pihak lain. Ironisnya beberapa kendaraan besar, terkadang tidak menyertakan sopir cadangan dengan alasan tertentu.

Kompetensi seorang pengemudi juga perlu diperhitungkan. Sudah menjadi rahasia umum banyak pengemudi yang naik pangkat dari kernet menjadi supir. Kebiasaan memaju-mundurkan kendaraan lama-lama meningkat mengemudikan untuk jarak tertentu. Biasanya sang pengemudi utama memang sengaja memberikan kesempatan.

Permasalahan semacam ini tidak jarang menjadi awal bencana. Model belajar mengemudi tanpa melalui pendidikan formal, membuat kompetensi mengemudi yang mereka miliki tidak lengkap, atau boleh dibilang otodidak. Situasi semacam ini menjadi sesuatu yang mengerikan saat dia berhadapan dengan kondisi darurat, misalnya menghadapi jalan-jalan ekstrim. 

Kompetensi yang belum memadai ditambah jam terbang yang minimal menjadi pemicu bencana yang luar biasa. Ironisnya saat mereka mengemudi, tidak semua penumpang tahu bahwa sang pengemudi bukan pengemudi sebenarnya. Dalam beberapa kecelakaan bis pariwasata, kemudi dalam kondisi dipegang sopir cadangan, seperti yang di Wonosobo minggu lalu.

Dari faktor eksternal, atau bukan sang pengemudi berkaitan dengan kompenen yang ada dalam kendaraan bermotor itu sendiri. Lagi-lagi sudah menjadi rahasia umum beberapa pemilik angkutan melakukan berbagai langkah penghematan. Besarnya biaya operasional, membuat mereka cenderung abai dengan berbagai perangkat keselamatan yang ada pada kendaraan mereka. 

Penundaan penggantian beberapa komponen penting, atau penggunaan komponen yang tidak standar, mempunyai andil besar terjadinya sebuah kecelakaan.

Padahal untuk urusan inspeksi sebetulnya tidak kurang. Mulai dari kir saat berada di Dinas Perhubungan, pengecekan sebelum dan sesudah kendaraan bermotor itu digunakan, termasuk pula keluhan sang pengemudi saat merasakan ketidakberesan, menjadi rangkaian yang seharusnya mampu mencegah terjadinya kecelakaan. Namun lagi-lagi karena meremehkan hal-hal kecil itu dengan alasan tertentu, maka nyawa orang lain yang menjadi taruhannya.

Sisi lain yang tidak kalah ironis adalah upaya pencegahan kecelakaan di lapangan. Saat kendaraan tersebut melintasi, seharusnya aparat di lapangan dapat melakukan langkah preventif. Penindakan terhadap batas muatan ataupun batas kecepatan dapat saja dilakukan di mana saja, saat terjadi pelanggaran. 

Demikian pula pengecekan dengan kelaikan kendaraan bermotor di lapangan. Karena di jalanan betapa banyak kendaraan bermotor secara kasat mata sudah laik jalan, tapi masih melenggang dengan santai di jalanan.

Yang lebih ironis lagi, jika ada penindakan terkesan formalitas saja. Seperti dahulu saat heboh dengan truk-truk ODOL. Operasi penertiban yang dilakukan, terkesan hanya sekedarnya saja. Buktinya masih banyak ditemukan pelanggaran semacam itu. Demikian pula dengan pengecekan kelengkapan kendaraan bermotor, pun terkesan formalitas saja. Maka tidak heran jika pelanggaran pun seakan tidak pernah berhenti, dan kecelakaan lalu lintas pun terjadi di sana sini.

Akhirnya semua berpulang pada pihak-pihak terkait. Sinergi antara pemilik angkutan, Dinas Perhubungan, maupun Kepolisian akan menjadi langkah preventif pencegahan berbagai kecelakaan lalu lintas. Kesadaran pihak-pihak tersebutlah yang dapat mengubah jalan raya agar tidak menjadi ladang pembantaian lagi.

 

Lembah Tidar, 12 September 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun