Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Subsidi, Ibarat Pisau Bermata Dua

5 September 2022   13:33 Diperbarui: 5 September 2022   13:36 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penggantian harga baru BBM di SPBU. (sumber gambar: cnnindonesia.com)

Subsidi sejatinya adalah beban abadi bagi siapa pun yang memerintah negeri ini. Dari tahun ke tahun, besaran subsidi yang harus dialokasikan alih-alih menurun, kenyataan yang terjadi justru semakin menggunung. Paling tidak inilah yang diungkap oleh Menkeu Sri Mulyani maupun sang presiden. Dalam hitungan yang ada, subisidi bidang energi ini mencapai 3 kali lipat dari tahun sebelumnya.

Subsidi sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai bentuk bantuan negara pada rakyatnya. Campur tangan pemerintah terhadap warganya untuk mendapatkan salah satu kebutuhan pokok dalam bentuk potongan harga. Dalam artian, rupiah yang harus dikeluarkan warga negara tidak sebanyak harga sebenarnya, karena yang sebagian ditanggung negara.

Cara semacam ini terbilang jitu untuk mengambil hati rakyat. Rakyat seakan terninabobokkan menikmati harga "tidak wajar" atas komoditi yang mereka gunakan. Imbalannya adalah keamanan dan ketertiban masyarakat pun terjaga dengan baik. Pemerintah pun mampu menjalankan tugasnya dengan nyaman.

Namun beda zaman ternyata berbeda pula permasalahannya. Beban subsidi yang semula begitu ringan dijinjing, kini menjadi semakin berat. Pertambahan populasi masyarakat ditambah dengan peningkatan berbagai aktivitas masyarakat yang menggunakan BBM sebagai sumber energi menjadi biang penyebabnya.

Secara kasat mata saja hal ini dapat dilihat dari volumen kendaraan bermotor yang setiap hari mengaspal. Baik di dalam kota maupun luar kota. Panjang jalanan yang lambat perkembangannya, kalah dengan volume kendaraan bermotor yang makin hari makin meningkat. Lihat saja, pasca kenaikkan harga BBM, ternyata jalanan raya tetap dipenuhi dengan aneka kendaraan bermotor.

Permasalahan pelik yang turut menambah kusut penyaluran subsidi, adalah ketidaktetapan sasaran. Klaim beberapa pihak bahwa 80% subsidi energi salah sasaran rasanya tidak berlelebihan. Sikap kurang dewasa beberapa pihak, mendorong mereka menikmati kue subsidi tanpa malu-malu. Bandingkan dengan orang miskin yang hanya mampu mengisi 4 -- 5 liter BBM ke tangki mereka, dengan para orang kaya yang sekali mengisi tangki mobil mereka hingga puluhan liter.

Kenyataan di lapangan seperti ini pada akhirnya melahirkan permasalahan tersendiri. Jebolnya kuota subsidi BBM menjadi hal yang tidak terhindarkan lagi. Posisi ini membuat pemerintah layaknya mendapatkan buah simalakama. Mereka yang gembar-gembor membela kepentingan rakyat kecil, kali ini harus menjilat lagi ludahnya sendiri gegara kenaikkan harga BBM. Sebab, lagi-lagi rakyat miskinlah yang paling terdampak.

Apalagi di Indonesia BBM menjadi salah satu komponen utama yang mampu mengubah semua harga di pasaran. Mulai dari angkutan, sembako, industri, dan lain-lain. Dan secara jujur, jika masih mampu berkelit, opsi ini pasti tidak akan dipilih pemerintah. Sebuah keputusan yang non populis, akan sangat berpengaruh pada pertarungan 2024 nanti.

Harga yang cukup mahal tentu saja harga politik. Kenaikkan BBM bukan tidak mungkin menjadi amunisi menarik untuk menghajar pemerintah oleh pihak oposisi. Walaupun mungkin jika mereka di posisi pemerintah juga akan melakukan langkah itu demi menyelamatkan APBN.

Harga politik atas kenaikkan BBM bukanlah harga yang murah. Masifnya demo penolakan yang terjadi, bukan tidak mungkin menggiring pada situasi chaos. Situasi chaos pada ujung-ujungnya menuju pada penggulingan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun