Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Jadi Unggulan Itu Enggak Enak!

30 Juli 2021   13:04 Diperbarui: 30 Juli 2021   13:19 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekalahan Markus/ Kevin di Olimpiade Tokyo 2020 bukan untuk disesali tapi justru disyukuri (AFP/ kompas.com)

Kekalahan yang menimpa Markus/ Kevin tentu saja menyesakkan hati para penggemar bulu tangkis negeri ini. Harapan yang terlanjur membumbung akan All Indonesian final, seketika menyublim. Alias hilang tanpa bekas.

Rasa sesak ini ditambah lagi manakala mengalahkan adalah pasangan yang seharusnya tidak menjadi masalah. Secara rangking WBF jelas jauh. Dari segi rekor pertemuan pun sama jauhnya 7 -- 0. Sementara itu pasangan Malaysia tersebut sudah dikandaskan Ahsan/ Hendra sehari sebelumnya.

Tapi itulah olah raga. Mungkin kita belum lupa saat di Euro 2020 kemarin. Beberapa kesebelasan hebat harus tersingkir secara menyakitkan. Taruhlah Belanda, Portugal, Perancis maupun Jerman. Mereka kalah dari kesebelasan yang dalam hitungan matematis berada di bawah mereka.

Kasus Markus/ Kevin pun tak jauh berbeda. Ekspetasi yang berlebihan dari berbagai pihak sebenarnya menjadi beban berat bagi mereka. Posisi sebagai unggulan utama sekaligus pemegang rangking 1 WBF bukan hal yang menyenangkan. Karena saat mereka menang, semua orang akan menganggapnya sebagai hal biasa. Namun ketika kalah, dengan mudah orang mencerca.

Hal ini pula yang dialami Kento Momota. Public bulu tangkis mana yang tidak kenal pemain satu ini. Aksi-aksi dan koleksi juaranya seakan menjadi jaminan. Namun kenyataan di lapangan berbeda. Lepas dari berbagai permasalahan yang dihadapinya, Kento Momota harus tersingkir oleh pemain non unggulan dari Korea Selatan, Heon Kwang Hee. Ironisnya di ajang yang demikian besar dan dia menjadi tuan rumah.

Situasi berbeda pasti dihadapi oleh pasangan Malaysia, Aaron Chia/ Soh Woii. Posisi sebagai underdog bagi mereka justru lebih leluasa dalam bermain. Sebab dalam posisi semacam ini, kekalahan yang mereka derita, dianggap lumrah. Sedangkan kemampuan mengimbangi atau bahkan mengalahkan, menjadi sesuatu yang luar biasa.

Demikian pula yang dialami oleh Greysia/ Apriyani, dalam laga mereka menghadapi unggulan 1 Olimpiade Tokyo 2020. Selain posisi yang nyaman dalam tanda petik, pasti mereka mempunyai obsesi yang luar biasa dalam bertanding. Sehingga jangan ditanya jika mereka sangat argresif, karena memang itu satu-satunya cara.

Situasi yang menimpa Kevin/ Markus pada akhirnya menjadi factor non tehnis yang mengganggu penampilan mereka. Ditambah lagi dengan kemampuan mengontrol emosi yang kurang. Akhirnya semua muncul dalam berbagai kesalahan di lapangan. Mulai dari positioning, komunikasi, kecermatan termasuk dalam berpikir jernih.

Kekalahan ini tak perlu diratapi, walaupun pada tulisan Pak Hadi Santoso pernah ditulis kekalahan sebagai pelajaran Memang benar, kekalahan yang terjadi secara beruntun ini dapat mengembalikan Markus/ Kevin untuk menjejak ke bumi lagi.

Kalau kemarin mereka masih di awang-awang dengan serangkain prestasi, kini saatnya untuk melakukan muhasabah diri. Evaluasi diri menjadi pilihan utama. Karena bagaimanapun juga ratapan tangis tidak akan mengubah segalanya. Kebangkitan pasca keterpurukan justru akan menjadi nilai lebih yang harus ditimba.

Lembah Tidar, 30 Juli 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun