Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Lonjakan Kasus Covid-19 dan Herd Immunity

24 Juli 2021   11:42 Diperbarui: 24 Juli 2021   12:16 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan belakangan ini, pemerintah dengan gencar melakukan percepatan pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Target 1 juta vaksin pun dicanangkan untuk bulan Juli, bahkan di bulan Agustus, pemerintah mematok target bukan main-main, 2 juta vaksin per hari!

Upaya ini layak diapresiasi. Indonesia sedikit banyak dapat bernafas lega, stock vaksin yang tersedia cukup memadai. Beberapa pembelian yang dilakukan, dan bantuan beberapa negara sahabatlah yang menyebabkan semuanya. Sementara di sebagian negara urusan vaksin masih menjadi PR besar.

Upaya percepatan vaksinasi tak dapat disangkal menjadi cara pemerintah untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19. Apalagi pasca lebaran angka penyebaran dan kematian menunjukkan tanda-tanda kurang baik. Bahkan dunia pun mulai mengkhawatirkan Indonesia menjadi episentrum baru penyebaran Covid-19, seperti dilansir The New York Times tanggal 17 Juli 2021 (kompas.com, 19 Juli 2021).

Tujuan percepatan vaksinasi adalah untuk mempercepat tercapainya herd immunity. Yaitu satu bentuk kekebalan komunal yang diyakini akan mampu menghentikan gerak cepat penyebaran Covid-19. Karena ketika dalam satu komunitas telah tercipta kekebalan, virus tersebut akan mati dengan sendirinya.

Ada sebuah pertanyaan "nakal" saat membicarakan herd immunity. Tidakkah penyebaran Covid-19 yang begitu cepat ini justru memberikan dampak positif bagi pencapaian herd immunity?

Pertanyaan ini sebenarnya bukan pertanyaan tanpa dasar. Asumsi ini berkembang dari ucapan beberapa ahli kesehatan yang mengatakan bahwa orang yang pernah terpapar Covid-19, tidak akan terpapar lagi. Dalam artian, tubuh mereka telah mempunyai kekebalan terhadap infeksi itu.

Hal ini pernah diungkapkan oleh penasihat ilmiah dan medis Boris Johson, saat Covid-19 mulai beraksi setahun yang lalu. Dalam pendapatnya, Sir Patrick Vallence dan Prof. Chris Whitty mengatakan, orang yang pernah terinfeksi virus corona akan memiliki kekebalan dan sangat jarang tertular infeksi lagi." (kompas.com, 19 Maret 2020).

Keyakinan ini dahulu pernah mendatangkan wacana bagi pemerintah Inggris dan Belanda untuk "membiarkan" Covid-19 menginfeksi warganya. Tujuannya adalah agar warga yang terinfeksi dalam gejalan ringan dapat membangun kekebalan di tubuhnya.

Pada saat itu, dalam pidatonya yang diucapkan tanggal 19 Maret 2020, Mark Rutte, PM Belanda menyampaikan ide "gila". Dia menyampaikan bahwa perlu untuk membiarkan virus Korona di kalangan populasi dengan kecepatan lambat dan pada saat bersamaan membangun kekebalan populasi (bbc.com, 20 Maret 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun