Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Suara Ambulans Itu

16 Juli 2021   09:45 Diperbarui: 16 Juli 2021   10:35 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rombongan ambulan yang digunakan untuk mengantar-jemput korban Covid-19. (nasional.kompas.com)

Sore itu, saat duduk di depan pesawat televisi, muncul sebuah berita yang menarik. Salah satu stasiun televisi swasta menyiarkan tentang sekelompok warga di Surabaya yang menghentikan beberapa ambulan. Permintaan warga sangat sederhana, yaitu agar ambulan tidak membunyikan sirene saat lewat.

Awalnya permintaan tersebut saya anggap mengada-ada. Permasalahannya sirine dan ambulan itu kan satu paket. Sirine dibunyikan dengan tujuan agar ambulan mendapatkan akses jalan saat membawa korban. Dengan mendengar sirene, maka pengguna jalan yang lain akan memberikan jalan bagi ambulan.

Tapi saat berita saya cermati, ternyata warga yang menghentikan ambulan tersebut adalah warga yang tinggal di lokasi pemakaman korban Covid-19. Di sini saya baru ngeh. Jika itu di lokasi pemakaman korban Covid-19, pasti lalu-Lalang ambulan atau mobil jenazah pasti tidak terhitung. Ditambah lagi lalu Lalang kedua mobil itu tidak mengenal waktu. Bisa saja pagi hari, dan mungkin juga tengah malam.

Setelah mengetahui latar belakang tindakan warga ini, saya bisa memaklumi. Lalu-lalang ambulan dengan sirine yang meraung-raung secara tidak langsung meneror warga. Ada rasa ketakutan pada warga, meski yang berada di dalam ambulan bukan sanak saudara mereka. Tapi paling tidak akan terbayang dalam benak mereka akan sosok yang terbujur dalam mobil tadi.

Situasi semacam ini dalam waktu lama, jelas sangat berbahaya secara psikologis. Bagi warga yang memang mempunyai nyali tipis, bukan tidak mungkin justru akan melahirkan penyakit baru secara kejiwaan. Mereka akan dicekam rasa ketakutan yang terus menerus. Apalagi dalam beberapa hari belakangan ini jumlah orang yang terpapar dan meninggal merangkak terus.

Ketakutan yang berlebihan, pada akhirnya akan mempengaruhi mental mereka. Dan saat mental mereka kena, maka secara psikologis akan mengganggu imunitas dalam tubuh mereka. Karena dalam kajian psikologis, imunitas dapat terjaga saat jiwa ini siap menghadapi apapun dan selalu bersikap positif.

Memang beberapa waktu belakangan ini, raungan ambulan menjadi bagian dari kehidupan kita. Kehadirannya tidak mengenal tempat dan waktu. Jika dahulu mereka ada jauh dari kita, kini suara itu seakan berputar-putar di sekitar kita. Tapi, memang inilah keadaannya. Pandemi yang belum juga usai membuat situasi ini semakin rumit.

Menghadapi situasi semacam ini, tak ada cara lain selain saling menguatkan. Bagi mereka yang kebetulan mempunyai kemungkinan trauma dengan hal-hal seperti ini harus selalu mendapatkan pendampingan. Pendampingan yang terus menerus sambil terus memupuk optimisme bahwa pandemic akan berakhir menjadi sesuatu yang penting.

Demikian pula dengan upaya mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat penting. Karena trauma mereka dengan bunyi sirine ambulan, secara tidak langsung berhubugan ketakutan akan kematian. Maka pendekatan dari segi religi ini sangatlah penting.'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun