Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Dua Puluh Sembilan Tahun, Bukti Perjodohan Tidak Selalu Negatif

1 Juli 2021   13:57 Diperbarui: 1 Juli 2021   14:01 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumen pribadi

Ada sebagian orang merasa jengah dengan yang namanya perjodohan. Mereka memandang bahwa proses pernikahan yang terjadi karena "berburu" sendiri, jauh bermakna dari sekedar dijodohkan. Karena dengan "berburu" sendiri, mereka dapat memilah dan memilih sesuai kriteria yang diinginkan.

Ada lagi golongan sebelah yang berpandangan sebaliknya. Dengan alasan tertentu, mereka menganggap perjodohan pun bukan hal yang tabu dalam menentukan pasangan hidup. Hal yang mendorong karena mungkin dia Lelah dalam "berburu", atau juga keterbatasan waktu, tempat, sifat pemalu yang dimilikinya. Pendek kata sederet alasan bisa berdiri di belakang pendapat ini.

Saya sendiri termasuk golongan kedua. Dalam artian, saya tidak menabukan dengan perjodohan. Keduanya dapat berjalan seiring menuju goal yang kita harapkan, yaitu jenjang pernikahan. Keberadaan saya saat itu menjalani pengabdian menjadi guru di Timor Timur, menjadi salah satu pertimbangan. Situasi di ujung timur negeri ini, pada tahun 1989 tentu tidak seperti saat ini. Jalur komunikasi hanya mengandalkan kantor pos dan sambungan telepon yang tidak merata menjadi kendala utama.

Factor lain yang tak kalah seru adalah keberadaan kaum laki-laki jomblo di tempat itu. Sudah menjadi rahasia umum di daerah penugasan rasio antara laki-laki dan perempuan jelas njomplang. Keberadaan para PNS, TNI maupun Polri yang rata-rata lajang mendominasi wilayah itu. Sehingga ibarat hukum ekonomi antara penawaran dengan permintaan tidak imbang, lebih banyak pada sisi permintaan.

Berkaca dari situasi seperti ini maka saat seorang teman memperkenalkan seseorang bagi saya ibarat angin surga. Saat itu sang teman memperkenalkan kakak perempuan dari pacarnya. Akhirnya singkat cerita hubungan pun terjalin. Kalau istilah zaman sekarang mungkin yang disebut LDR (Long Distance Relationship).

Bedanya kalau LDR zaman sekarang komunikasi bisa terjalin hanya dalam hitungan detik. Pada saat itu kami hanya mengandalkan kantor pos. Sehingga hanya untuk mendapatkan sebuah jawaban, kami membutuhkan waktu 2 minggu! Tapi semua ada romantikanya. Sehingga tak salah jika lagunya Obbie Messakh saat itu ataupun lagu Surat Cinta dari Vina Panduwinata menggambarkan situasi saat itu.

Satu setengah tahun hubungan itu berjalan, dan pada tahun 1992 berakhir di kursi pelaminan. Dua kali pertemuan di rumah calon istri saat cuti dinas, berakhir dengan acara lamaran pada pertemuan ketiga. Sebuah proses yang lumayan cepat. Dan setengah bulan setelah akad nikah, istri saya boyong ke Timor Timur untuk memulai hidup baru.

Langkah ini ternyata pada gilirannya menjadi langkah yang tepat. Keberadaan kami di Timor Timur yang nota bene ribuan kilo meter dari asal kami berdua, ternyata justru mendewasakan kami. Setiap permasalahan yang berujung pertengkaran, harus kami selesaikan bersama. Tidak ada yang membela di antara kami. Maka secara pelan tapi pasti, kami mulai saling menghargai perbedaan di antara kami.

Proses pendewasaan ini ternyata berbuah manis. Tekad merantau setelah menikah pun menjadi modal yang luar biasa. Sifat mandiri pada diri kami terbentuk dengan sempurna. Keterpaksaan yang dulu harus kami jalani dalam menentukan apapun, kini menjadi bekal luar biasa saat harus pulang ke Jawa pada tahun 1999. Situasi politik di Timor Timur yang mengharuskan kami kembali ke Pulau Jawa.

Bekal materi yang dapat kami selamatkan dari Timor Timur, kami buat sebagai modal memulai hidup baru di Pulau Jawa. Untung saja status saya adalah PNS, sehingga kami tidak terlalu dipusingkan dengan kebutuhan tiap bulan. Ibarat anak baru lahir, kami memulai segalanya dari nol. Kebersamaan di rantau selama 10 tahun, yang mampu mengikis ego di antara kami ternyata jadi modal berharga.

Tahun ini adalah tahun ke-29 kami mengayuh biduk rumah tangga. Alhamdulillah semua baik-baik saja. Istri sebagai pendamping yang dulu tidak saya kenal sama sekali, ternyata menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan hidup ini. Tak dapat dimungkiri bahwa tidak semua perjodohan beujung pada kekecewaan. Kemampuan diri untuk saling memahami menjadi kata kunci yang harus dipegang kuat-kuat. Karena dua pribadi yang datang dari kultur berbeda, pasti akan membawa segudang perbedaan.

Lembah Tidar, 1 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun