Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Tatap Muka Itu Harus

28 Mei 2021   13:23 Diperbarui: 28 Mei 2021   13:30 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: liputan6.com

Tanpa terasa pandemic Covid-19 telah memasuki usia 1,5 tahun. Kalau dihitung bulan Desember 2020 sebagai awal, maka pas bulan Mei 2021 sebagai ulang tahun ke 1,5 tahunnya. Masalah kehancuran yang diakibatkan olehnya. Enggak perlu ditanyakan lagi. Hampir semua lini terimbas olehnya.

Salah satu sector yang tak kalah hancur, adalah sector pendidikan. Data yang dilansir oleh WHO bahwa sekitar 140 juta anak di dunia mengalami kemunduran belajar, bukanlah isapan jempol. Data yang sebenarnya mungkin lebih banyak lagi. Tak ubahnya fenomena gunung es. Data itu hanyalah permukaan saja.

Saat Indonesia memutuskan untuk "merumahkan" anak-anak dari sekolah, orang tidak pernah membayangkan. Langkah paling masuk akal ini, dianggap sebagai solusi terbaik. Menghindarkan anak dari penularan virus, jauh lebih penting daripada mereka harus menimba ilmu. Dalam benak setiap orang yang ada pada saat itu, termasuk pemerintah, pandemic tidak akan lama berlangsung.

Saat pandemic berkepanjangan, muncul perdebatan di permukaan. Kenapa pembelajaran tatap muka tetap dilarang, sedangkan pusat-pusat perekonomian dan obyek wisata dibuka. Bukankah dari segi bahaya penularan sama-sama membahayakan. Bahkan sector ekonomi dan wisata dapat melahirkan klaster-klaster yang lebih besar. 

Jawaban dari semua itu sangat sederhana. Semua kembali ke urusan perut. Penutupan kedua sector tadi dalam waktu lama, justru akan membahayakan keberlangsungan kehidupan. Bahkan secara dikatakan pembatasan akses ekonomi yang terlalu lama justru akan mematikan kehidupan, tidak hanya satu dua orang manusia saja. Sebuah pilihan yang sulit tentunya.

Pembelajaran daring yang saat itu dipilih sebagai satu-satunya alternatif pembelajaran, ternyata mencapai titik jenuh pada akhirnya. Setahun lebih pemberlakuan ini menumbuhkan rasa frustasi di kalangan siapa pun. Baik bagi sang guru sendiri, orang tua maupun anak sendiri.

Gejala ini nampak dari perubahan drastis pada serangkaian perilaku anak di rumah. Ketidakmampuan orang tua melakukan pendampingan menjadi salah satu penyebab perubahan perilaku ini. Paling tidak ada dua hal yang membuat orang tua tidak mampu melakukan tugas ini. Pertama, orang tua tidak mempunyai kemampuan untuk mendidik dan mengajar anak. Kedua, tuntutan ekonomi membuat orang tua harus menentukan skala prioritas.

Dampak dari semua ini adalah, anak berkembang tanpa pengawasan orang tua. Tugas-tugas sekolah maupun materi pelajaran lewat daring berlalu begitu saja. Sementara kemampuan guru untuk mengendalikan kegiatan itu sangat terbatas. Maka seakan menjadi lengkaplah proses "kehancuran" ini.

Jika kita mau jujur, pembelajaran daring tidak akan mampu menyentuh sisi nilai dan sikap pada anak. Padahal Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang mengedepankan penilaian nilai dan sikap anak. Proses ini sekali lagi harus dilakukan dalam bentuk relasi tatap muka. Sentuhan guru baik berupa fisik maupun non fisik menjadi syarat utama. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran sebagian besar pakar pendidikan.

Satu-satunya solusi adalah memberlakukan kembali pembelajaran tatap muka. Pengaturan pembelajaran dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, menjadi jalan keluar semuanya. Paling tidak situasi ini akan mengembalikan anak ke dunianya. Menata kembali pola pikir mereka, menata lagi cara berperilaku mereka sekaligus membangun jiwa belajar pada diri mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun