"Wah, lupa," jawab saya tanpa dosa. "Kalau pun tahu saya kan enggak tanya Mbake."
Teman guru muda tersenyum mendengar jawaban naif saya. Saya sendiri enggak tahu, senyumnya tulus atau tidak, yang penting saya diajari. Titik.
Pemandangan lain pun terjadi pada beberapa teman guru senior alias tua. Beberapa teman guru muda harus mengulang beberapa kali saat menjelaskan Langkah untuk mengoperasikan sebuah aplikasi. Sementara yang diajari manggut-manggut seperti orang yang sudah mengerti, giliran ditanya sama teman guru muda dengan enteng dia menjawabm belum.
Situasi semacam ini secara tak langsung meruntuhkan ego kami. Jika selama ini kami selalu mengklaim sebagai guru senior mempunyai kemampuan penguasaan kelas yang mumpuni dibandingkan guru-guru muda, ternyata kini tidak. Dalam pembelajaran daring keunggulan ini tidak dibutuhkan. Terbukti beberapa guru senior yang garing dalam melakukan pembelajaran daring justru ditinggalkan murid-muridnya.
Nampaknya dunia memang telah berubah gegara si Corona. Hal-hal yang dulu menjadi sebuah kebiasaan, kini tidak lagi. Tuntutan penguasaan tehnologi menjadi salah satu hal baru gegara kedatangan sang virus tersebut. Inilah sisi positif yang saya temukan. Seandainya sang virus tidak datang, mungkin kami masih terbuai dengan model-model pembelajaran konvensional yang jauh ketinggalan jaman.
Sisi lain yang tak kalah menarik adalah relasi kami dengan teman-teman guru muda. Terjangan sang virus yang memaksa perubahan drastis dalam proses pembelajaran menjadi benang merah bagi hubungan kami. Hukum symbiose mutualisme-pun terjadi. Kami berbagi ilmu dalam kegiatan belajar mengajar sesuai kompetensi masing-masing.
Lembah Tidar, 15 April 2021
