Mohon tunggu...
Agus Saefudin
Agus Saefudin Mohon Tunggu... Guru - Guru Teknik Audio Video SMK Negeri 2 Bawang Kab. Banjarnegara Prov. Jawa Tengah

flying to distance with the soft symphony.... hidup itu indah maka jalani dengan senyum dan cinta serta berbagillah karena manusia yang berharga adalah yang memiliki arti bagi sesamanya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru, Cita-cita Mulia dan Budaya "Ngobrol Ngalor Ngidul"

9 Januari 2018   07:21 Diperbarui: 9 Januari 2018   09:11 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ide saya yang kedua terkait obrolan ngalor ngidul guru ini adalah mengikatnya menjadi ilmu dalam bentuk tulisan yang dapat dibaca untuk selanjutnya dikaji dan dikembangkan menjadi sesuatu yang berguna bagi pemberdayaan guru. Yap, mengikat ilmu dengan tulisan. Maksud saya begini, obrolan ngalor ngidul yang semakin bermutu jika didukung dengan budaya literasi yang baik ini tiap saat bisa menjadi ide untuk tulisan-tulisan lepas misal artikel, opini, atau bahkan bisa menjadi ide penelitian guru. Nah agar ide ini tidak menguap dan menghilang begitu saja maka perlu dituliskan. Tulisan-tulisan guru inilah jejak ilmu yang dapat diwariskan untuk anak cucu dan generasi mendatang.

Budaya menulis adalah keniscayaan dalam era global saat ini karena tulisanlah yang meninggalkan jejak yang dapat dikaji dan dikembangkan menjadi lebih baik lagi dari waktu ke waktu sehingga ujungnya adalah kehidupan menjadi lebih baik lagi. So, guru sebagai insan cendekian seharusnya bukan hanya pandai dalam ngobrol ngalor ngidul tetapi juga menuangkan obrolan berilmunya dalam tulisan bermutu. Guru dan menulis tidak dapat dilepaskan. Eh, di atas sudah saya tuliskan tentang ini kan?

Guru dan menulis tidak dapat dipisahkan karena menulis bagi guru adalah keniscayaan. Contoh sederhanya begini tidak mungkin dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan interaksi dinamis guru dan murid tidak terjadi komunikasi. Benar, sekarang eranya siswa lebih aktif dalam belajar dan guru sebagai fasilitator belajar adalah inspirator agar kran berpikir dan ide dari siswa mengalir lancar. 

High order tinking skill (HOTS) yang saat ini sedang digencarkan dalam pembelajaran abad ke-21 meniscayakan siswa aktif mencari sumber ilmu. Dan peran guru tidak bisa dihilangkan dan digantikan oleh teknologi semaju apapun. Guru adalah sumber ilmu yang bisa memahami perasaan dan psikologis siswa karena gurulah yang mendampingi proses pembelajaran dan pendewasaan siswa dalam menuntut ilmu. Dalam interaksi ini meniscayakan guru untuk menuliskan ilmunya sebagai salah satu bahan kajian bagi siswanya. Guru pasti menulis. Jadi, sadar ataupun tidak sadar sesungguhnya semua guru memiliki potensi untuk menjadi penulis bahkan penulis yang handal.

Kendala yang dihadapi sesungguhnya terletak pada diri guru itu sendiri. Menurut hemat saya sebagian besar guru terpenjara oleh pikirannya sendiri yang seolah menyatakan bahwa dia tidak bisa dan tidak mampu menulis. Mind block inilah yang harus dihancurkan. Menulislah karena hanya dengan menulis ilmu apat diikat secara abadi. Menulis seperti halnya ngobrol akan mengalir kalau sudah menjadi kebiasaan yang membudaya. Dan sebagaimana budaya hanya akan lahir melalui kebiasaan serta kebiasaan hanya akan lahir dari kesadaran untuk melakukan. Maka agar guru dapat menulis dengan baik adalah dengan menulis. Menulislah untuk menulis. Apa saja yang dapat ditulis tulislah. Dan kebijaksaaan guru yang adalah ilmu guru akan terikat dengan rapi.

***

Saya dan cita mulia itu, yang saya maksudkan sebagai judul tulisan itu adalah bahwa saya yang bercita-cita mulia sebagai guru seharusnya mampu mengikatkan ilmu melalui tulisan. Tulisan ini untuk semua guru karena dalam kehidupan sesungguhnya semua orang adalah guru. Maka pengandaiannya adalah jika semua orang menuliskan ilmunya maka peradaban penuh ilmu akan terwujud. Dalam masyarakat berperadaban ilmu maka kedamaian dan kabahagiaan hidup akan dirasakan dengan sebenar-benarnya. Masyarakat berperadaban ilmu sangat mungkin diwujudkan jika terbangun budaya belajar yang tinggi.

Akan menarik menurut saya jika kita bahas keterkaitan antara masyarakat berperadaban ilmu dengan budaya belajar disandingkan dengan realitas budaya lisan masyarakat kita saat ini yang lebih dominan yang terwujud dalam ngobrol ngalor ngidul yang bermuatan ilmu melalui dukungan budaya literasi yang diwjudkan dalam buadaya tulisan untuk mengikat ilmu yang disemai dan disebarkan dalam masyarakat pecinta ilmu melalui belajar. Siklus tak terputus yang indah menuju pada kedamaian dan kesejahteraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun