Mohon tunggu...
Agus Netral
Agus Netral Mohon Tunggu... Administrasi - Kemajuan berasal dari ide dan gagasan

Peneliti pada YP2SD - NTB. Menulis isu kependudukan, kemiskinan, pengangguran, pariwisata dan budaya. Menyelesaikan studi di Fak. Ekonomi, Study Pembangunan Uni. Mataram HP; 081 918 401 900 https://www.kompasiana.com/agusnetral6407

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memperkuat Lini Lapangan dalam Pencegahan Perkawinan Anak

8 Oktober 2020   10:28 Diperbarui: 13 Oktober 2020   04:21 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: Kampanye Stop Perkawinan Anak.(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra via KOMPAS.com)

1 dari 9 anak perempuan di Indonesia pada tahun 2018, yang berusia 20-24 tahun menikah sebelum usianya yang ke- 18 menurut data BPS, yang sering disebut dengan perkawinan anak. Secara absolut menurut BPS kejadian menikah dini itu pada tahun 2018 saja mencapai 1.220.900 kejadian. Ini membuat Indonesia masuk kedalam urutan 10 besar dunia untuk jumlah pernikahan dini dilihat dari angka absolutnya.

Perkawinan anak harus dicegah, karena menurut banyak hasil penelitian, pernikahan dini akan mengakibatkan berbagai dampak buruk bagi si orang tua secara fisik dan mental, utamanya bagi si ibu. Resiko kematian ibu saat melahirkan jauh lebih tinggi pada pasangan nikah dini.

Selanjutnya, perempuan yang menikah dini akan mengalami sejumlah gangguan psikologis seperti cemas, dan depresi. Pendidikannya sebagian besar juga terputus, karena berhenti sekolah di tengah jalan.

Demikian pula dengan anak yang dilahirkan, akan menimbulkan banyak resiko yang tidak baik bagi tumbuh kembangnya. Menurut hasil penelitian angka kematian bayi peluangnya lebih tinggi bagi ibu remaja.  Kemudian 14% bayi yang lahir dari ibu berusia remaja adalah prematur.

Dan kemungkinan anak-anak tersebut mengalami hambatan pertumbuhan (stunting) selama 2 tahun pertama juga meningkat sebanyak 30%-40%.

Pasangan yang masih muda, juga biasanya akan lebih sulit mengendalikan emosi, sehingga mengakibatkan banyak peristiwa KDRT yang sering berujung pada perceraian. Dan angka perceraian yang tinggi ada pada kelompok pernikahan dini ini.

Karena itulah sejak lama Pemerintah mengupayakan dan mengkampanyekan pencegahan pernikahan dini.

Kampanye nasional stop perkawinan anak sudah sejak lama dilaksanakan yang didukung oleh mitra kerja pemerintah yaitu UNICEF, UNFPA, serta NGO baik di pusat maupun di daerah. Lalu lembaga yang diberikan mandat untuk pencegahan perkawinan anak yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), juga sudah melaksanakan berbagai rupa kebijakan seperti; Kota dan desa layak anak, perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat, pegiat perempuan di tingkat desa, pembuatan berbagai regulasi, dan lainnya.

KPPPA juga mengkoordinir program pencegahan perkawinan anak yang berada di berbagai kementerian dan lembaga. Salah satu dari lembaga itu adalah BKKBN, yang selama ini juga sangat getol memperjuangkan program pendewasaan usia perkawinan.

Sejak lama BKKBN menyatakan ‘perang’ terhadap kejadian pernikahan dini, selain mengatakan tidak untuk seks pra nikah dan narkoba, melalui program GenRe (Generasi Berencana). BKKBN juga memberikan penyuluhan yang intens untuk reproduksi sehat bagi remaja.

Lalu untuk menyesuaikan batasan umur yang diinginkan dengan ketentuan UU perkawinan, pemerintah juga sudah berhasil mewujudkan revisi UU Perkawinan yang lama yaitu UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 yang ditetapkan pada bulan Oktober 2019. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun