Pendahuluan
Beberapa waktu terakhir, saya dikejutkan oleh kenyataan yang cukup mengganggu: anak saya harus dirawat karena terkena Demam Berdarah Dengue (DBD). Sebelumnya, dua orang keponakan saya juga mengalami hal serupa. Dan kini, satu lagi keponakan saya yang masih kecil sedang dirawat di rumah sakit Uni Medika dekat rumahnya di Setu, Kabupaten Bekasi.
Usianya baru 5 tahun. Melihat anak seusia itu harus berjuang melawan panas tinggi dan lemas karena virus dengue benar-benar membuat hati saya perih.
Yang membuat saya merenung lebih dalam adalah kenyataan bahwa saat saya tinggal di kampung, di sebuah desa pegunungan bernama Kp. Cisalak, Subang, Jawa Barat. Selama hampir 50 tahun, saya tidak pernah mendengar ada warga terkena DBD, apalagi mengalami sendiri. Padahal kalau saya pergi ke kebun atau masuk ke hutan di sana, nyamuk sangat banyak dan gigitannya gatal bukan main!
Ini membuat saya bertanya-tanya:
Mengapa DBD justru lebih sering terjadi di kota seperti Bekasi, padahal di kampung pun banyak nyamuk?
Nyamuk Kota dan Nyamuk Hutan: Tidak Sama
Ternyata, tidak semua nyamuk itu sama. Nyamuk penyebab DBD adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang punya karakteristik sangat khas:
- Suka hidup dekat manusia, bahkan di dalam rumah.
- Berkembang biak di air bersih yang tergenang (seperti vas bunga, ember, talang air, atau toren yang tidak tertutup).
- Aktif menggigit pagi dan sore hari.