PendahuluanÂ
Malam ini Sabtu 14 Juni 2025, seperti malam-malam minggu sebelumnya, saya kembali bersiap menjelang pukul 12 malam menuju pos ronda di kompleks perumahan kami. Sekilas kegiatan ini terdengar biasa saja, hanya ronda malam seminggu sekali. Tapi ada semacam rasa rindu dan semangat yang berbeda setiap kali malam itu tiba, di balik rutinitas itu tersimpan kehangatan yang langka: kebersamaan yang tumbuh tanpa paksaan, silaturahmi yang hidup tanpa undangan resmi.
Kami masih menghidupkan tradisi siskamling (ronda malam) meski hanya seminggu sekali. Mungkin bagi sebagian orang, kegiatan ini dianggap usang di tengah zaman serba digital dan sudah adanya petugas keamanan resmi.Â
Tradisi ini menjadi ruang temu, ruang tukar cerita, dan ruang silaturahmi yang semakin langka. Kami tetap menjalankan ronda malam setiap malam minggu bukan semata untuk berjaga, tapi untuk menjaga hal yang lebih penting: hubungan antarwarga.
Teh Panas, Kopi, dan Martabak
Suasana pos ronda kami tidak formal. Obrolan ringan, tawa lepas, dan hidangan sederhana seperti teh panas, kopi hitam, atau jajanan kecil hasil swadaya menghiasi malam kami. Duduk lesehan, bersarung atau bercelana santai, kami mengobrol soal isu-isu sekitar: dari harga sembako, cuaca yang tak menentu, sampai kebijakan RT.
Karena mayoritas warga adalah pekerja. Tak masalah jika malam minggu ada yang tak bisa hadir karena sedang keluar kota atau berlibur semua saling maklum dan tetap merasa bagian dari komunitas kecil ini.Â
Warga yang bisa datang, ya datang. Yang sedang bepergian, dimaklumi. Tidak hadir bukan berarti tidak peduli. Justru dari sinilah kami saling memahami kesibukan dan ritme hidup masing-masing.