Pendahuluan
Menjelang Idul Fitri, ada satu fenomena yang kerap terjadi di berbagai instansi, termasuk sekolah tempat saya bekerja, yaitu datangnya oknum wartawan yang meminta jatah THR. Ini bukan sekadar silaturahmi biasa, melainkan sebuah kebiasaan yang sudah mengakar, di mana mereka datang dengan berbagai cara untuk memperoleh sumbangan dari pihak sekolah.
Namun, tahun ini ada sesuatu yang berbeda. Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), melalui surat edaran bahkan video pernyataan melalui kanal YouTube resminya secara tegas melarang segala bentuk permintaan THR dari pihak ormas-LSM maupun oknum pemerintahan, termasuk RT/RW, kepada perusahaan dan instansi lainnya. Pernyataan ini kemudian menjadi bahan pemberitaan di berbagai media, dan ternyata dampaknya langsung terasa.
Ketegasan yang Membungkam Intimidasi
Pagi ini, seperti biasa, ada pihak yang mengaku wartawan datang ke sekolah dan mencoba meminta THR dengan dalih silaturahmi. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini pihak sekolah dengan tegas menyatakan bahwa kami dilarang memberikan THR atas perintah langsung dari Gubernur Jawa Barat. Yang mengejutkan, oknum wartawan yang biasanya sangat vokal dan bahkan cenderung mengintimidasi, tiba-tiba tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mereka pergi tanpa perlawanan.
Ternyata, ketegasan itu penting! Jika ada dasar hukum yang jelas, dan jika kita bersikap tegas serta berani mengatakan tidak, praktik pungutan liar semacam ini bisa ditekan. Sebelumnya, para oknum ini datang bergantian, seolah saling memberi tahu bahwa sekolah bisa dimintai uang. Namun, begitu ada sikap tegas dan jelas, mereka kehilangan pegangan.
Fenomena Gunung Es yang Harus Dihentikan
Kasus ini bukan hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di dunia industri. Salah satu contoh yang mencuat ke permukaan adalah insiden di Cilegon, Banten, di mana sekelompok ormas sampai menggembok gerbang pabrik hanya karena tuntutan tertentu. Ini hanyalah puncak gunung es dari praktik premanisme yang telah lama menghambat perkembangan dunia usaha di Indonesia.
Praktik seperti ini menimbulkan banyak dampak negatif:
1. Menghambat investasi - Perusahaan lokal dan asing enggan menanamkan modal karena harus menghadapi pungutan liar.