Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Sisi Pengaruh Cancel Culture

10 Februari 2025   13:11 Diperbarui: 11 Februari 2025   14:48 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Topik menulis Kompasiana: Benarkah "Cancel Culture" Nyata Terjadi di Indonesia? (Sumber: Dokumen Kompasiana)

Pendahuluan

Cancel Culture itu apa sih? Contohnya sudah nyata terjadi di Indonesia. Beberapa waktu lalu, seorang Pejabat Kepresidenan mengundurkan diri. Pengunduran diri ini terjadi setelah sebuah pernyataan yang dianggap menyinggung seorang penjual es teh viral di media sosial dan memicu kritik luas dari masyarakat.  

Sebelumnya, banyak figur publik yang kehilangan pamor karena pernyataan atau tindakan kontroversial. Para pendakwah, sejumlah artis, hingga politikus pun tak luput dari fenomena ini. Cancel Culture di era digital telah menjadi alat bagi masyarakat untuk menuntut pertanggungjawaban, meski sering kali juga menuai perdebatan mengenai keadilan dan dampaknya.

Fenomena cancel culture punya dua sisi yang menarik untuk dibahas.

Di satu sisi, cancel culture bisa menjadi sarana bagi masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban dari figur publik atau institusi yang bertindak tidak etis. Sebelum era media sosial, hanya segelintir orang yang memiliki akses untuk mengkritik tokoh-tokoh besar. Kini, publik memiliki suara yang lebih kuat. Kesalahan yang sebelumnya bisa dengan mudah ditutupi kini lebih sulit untuk diabaikan.

Dalam banyak kasus, tekanan sosial berhasil mendorong perubahan positif, seperti permintaan maaf, pengunduran diri dari jabatan, atau bahkan perubahan kebijakan. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi pasif dalam menghadapi ketidakadilan.

Namun di sisi lain, cancel culture sering kali tidak memberikan ruang untuk diskusi atau pemulihan. Banyak orang yang langsung dihukum secara sosial tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan atau memperbaiki kesalahannya. 

Terkadang informasi yang beredar juga belum tentu akurat, tetapi tekanan publik sudah terlanjur menjatuhkan seseorang. Selain itu, ada juga kasus ketika cancel culture digunakan secara berlebihan atau bahkan menjadi alat persekusi digital.

Jadi, menurut saya, fenomena ini bisa positif jika digunakan dengan bijak dan berimbang. Kritik dan akuntabilitas tetap penting, tetapi harus ada ruang untuk klarifikasi, perbaikan, dan tidak serta-merta menghakimi seseorang tanpa pertimbangan yang matang.

Agar terhindar dari cancel culture, terutama di era digital yang serba cepat, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun