Mohon tunggu...
yatikno
yatikno Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

MTA Kebumen, Demokrasi Latah dan Ancaman Hukum

21 Februari 2019   00:27 Diperbarui: 21 Februari 2019   00:50 12373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Memblokade jalan masuk ke lokasi pengajian. (Sumber: kupasmerdeka.com)

Selamat pagi, pemerintah. Saya mengetuk pintu rumah dan ingin mengajak jalan-jalan ke Kabupaten Kebumen. Makan nasi penggel, sate ambal, maupun sale pisang yang legit.

Jika sudah kenyang, ingin rasanya saya ajak mampir di Desa Kemujan, Kecamatan Adimulyo.

Di sana ada hal yang mengkhawatirkan. Bukan soal pertarungan kedua tim kampanye capres-cawapres, namun peserta pengajian MTA dengan warga. Bukan pula mengkhawatirkan warga atau peserta pengajiannya, melainkan tindakan intoleransi yang bisa saja melebar ke wilayah lain.

Sudah berbulan-bulan kejadian ini tak ada penyelesaian. Bahkan terkesan dibiarkan.

Ceritanya, masyarakat sekitar yang tergabung di MTA mengadakan kegiatan pengajian yang bertempat di salah satu rumah warga. Pengajian ini sudah berlangsung beberapa waktu dan tak masalah.

Tetiba, ada masyarakat yang melakukan penolakan. Hal itu sudah mulai kentara pada akhir 2018 dan semakin panas di awal tahun 2019. Saat ini bukan lagi panas, tapi sudah terlihat tindakan anarkis. Masyarakat membuat blokade jalan menuju lokasi pengajian dan melakukan pelemparan telor ke lokasi pengajian.

Ada beberapa alasan yang membuat mereka melakukannya dan didasarkan pada pendapat tokoh agama setempat. Saya coba merangkum dan setidaknya ada empat alasan.

Pertama, Kajian MTA tak tepat karena membelakangi kiblat. Kedua, MTA dinilai salah karena salat tidak pakai qunut, tidak mau tahlilan dan yasinan di tempat orang meninggal. Ketiga, MTA juga dianggap salah karena mempelajari Al Quran berdasarkan terjemahan. Keempat, MTA dinilai tak mermahdzab.

Salah, jika saya menilai alasan penolakan itu salah atau benar. Karena saya awam ilmu agama.

Namun jika dilihat dari konteks kehidupan bernegara yang menganut demokrasi pancasila, penolakan dengan tindakan kekerasan itu mestinya dihindari. Itu jelas salah. Bagaimana bisa?

Saya mencatat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak menyatakan MTA sesat. Artinya pelajaran yang diajarkan di MTA itu boleh dan tidak melanggar. Gedung MTA pusat juga diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ponpes mereka diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun