Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ikhtiar Berantas Korupsi Diawali Pengawasan Dana Sekolah dan Pendidikan Antikorupsi

16 Agustus 2019   17:00 Diperbarui: 16 Agustus 2019   17:04 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nota Kesepahaman antara lima Kementerian dalam Upaya Meluncurkan Pendidikan AntiKorupsi (PAK) sebagai upaya pencegahan perilaku korupsi. sumber gambar: https://aclc.kpk.go.id

Korupsi di Indonesia bersifat sistematik dan mempunyai rekam jejak yang sangat panjang, bahkan lebih panjang dari sejarah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri. Tahun 1970, Bung Hatta dalam kapasitasnya sebagai penasihat Presiden berkata bahwa korupsi sudah "membudaya" di Indonesia.

Jauh sebelum itu, sejak penjajahan Belanda, korupsi sudah merajalela. VOC, kongsi dagang atau BUMN-nya Hindia Belanda yang bertugas untuk mengeksploitasi seluruh kekayaan Indonesia pada waktu itu terdampak oleh kasus korupsi. Perusahaan multinasional pertama di dunia ini harus gulung tikar tahun 1779 karena banyak pegawai VOC melakukan praktik kecurangan dan korupsi.

Namun, walau diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah Belanda, praktik kecurangan dan korupsi tetap tumbuh subur, hingga Indonesia Merdeka, masa Orde Lama, Masa Orde Baru, hingga pasca Reformasi tahun 1998, keadaan korupsi di negara kita malah tumbuh semakin subur. Dampak dari pengaruh budaya korupsi selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru sangat terasa hingga sekarang.

Korupsi di era Soeharto dilakukan secara masif dengan menggunakan kekuatan sistem. Korupsi yang sistematik itu terjadi di semua lini politik, sosial dan ekonomi. Korupsi tingkat tinggi dengan melibatkan apartur keamanan negara, petinggi negara, sehingga susah dipecahkan hingga saat ini.

Pelajaran dari berbagai kasus korupsi di era Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi yang masih banyak terkatung-katung tanpa penyelesaian yang jelas, menjadi bukti nyata bahwa "budaya" korupsi seperti diungkapkan oleh Bung Hatta bukanlah isapan jempol.

Kata "membudaya" dapat diartikan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap wajar, mendarah daging. Artinya, perilaku korupsi sudah bagian dari struktur kesadaran masyarakat. Perbuatan korupsi, bukan lagi persoalan moral, tetapi bagian dari hubungan bermasyarakat, sehingga kita lihat korupsi "membudaya" dalam dimensi kehidupan sosial, politik, hukum, pendidikan, bahkan agama. Sehingga tidak heran apabila sangat banyak yang masih terkena kasus operasi tangkap tangan oleh KPK hingga saat ini.

Sebelas Anggota DPR kembali terkena operasi tangkap tangan oleh KPK, Kamis 8 Januari 2019. KPK menyebut OTT terkait rencana impor bawang putih. Menurut ketua KPK, Agus Rahardjo, pihaknya menerima informasi akan terjadi transaksi terkait dengan rencana impor bawang putih ke Indonesia. Mereka yang terjaring operasi senyap diduga melakukan tindak pidana suap melalui sarana perbankan dengan bukti transfer sekitar Rp 2 miliar. Dan mereka yang diamankan, diantaranya ada dari unsur swasta pengusaha importir, sopir, dan orang kepercayaan anggota DPR-RI.

Berita ini membuktikan bahwa korupsi ibarat bola liar yang menggelinding dan dapat menimpa siapa saja tanpa mengenal status sosialnya. Contohnya, orang-orang kepercayaan rakyat Indonesia yang duduk di kursi empuk DPR kembali terjaring OTT, membuktikan bahwa korupsi sudah sampai pada taraf membahayakan.

Lantas bagaimana caranya agar korupsi tidak membudaya di kalangan masyarakat kita? Apa aksi yang harus kita perbuat agar korupsi menjadi hal yang memalukan untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari?

Kita harus sepakat bahwa perilaku korupsi merupakan penyakit sosial sangat mematikan, karena efeknya tidak hanya menjadikan rakyat Indonesia miskin karena negara mengalami kerugian yang sangat besar, kekayaan negara hanya dinikmati oleh segelintir orang, korupsi dapat mengancam stabilitas dan keamanan masyarakat, karena melemahkan lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika, keadilan, dan mengancam supremasi hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun