Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pentingnya Optimalisasi Kurikulum Pendidikan Berbasis Kebudayaan

20 Maret 2019   15:35 Diperbarui: 24 Maret 2019   08:52 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manortor, Tarian Khas Daerah Batak Toba. Saatnya Kebudayaan Kearifan Lokal Masuk Kurikulum Demi Mempertahankan Eksistensi Budaya Indonesia | detik.com

Adapun 15 kriteria tersebut adalah karya budaya harus merupakan identitas budaya dari satu atau lebih komunitas budaya; memiliki nilai-nilai budaya yang dapat meningkatkan kesadaran akan jati diri dan persatuan bangsa.

Selain itu, karya budaya harus memiliki kekhasan/keunikan/langka dari suatu suku bangsa yang memperkuat jati diri bangsa Indonesia dan merupakan bagian dari komunitas; merupakan living tradition dan memory collective yang berkaitan dengan pelestarian alam, lingkungan, dan berguna bagi manusia dan kehidupan; dapat memberikan dampak sosial ekonomi, dan budaya (multiplier effect); mendesak untuk dilestarikan (unsur/karya budaya dan pelaku) karena peristwa alam, krisis sosial, krisis politik dan ekonomi. 

Kriteria selanjutnya, menjadi sarana untuk pembangunan yang berkelanjutan, menjadi penjamin untuk sustainable development; keberadaannya terancam punah; diprioritaskan di wilayah perbatasan dengan negara lain; rentan terhadap klaim budaya tak benda oleh negara lain; sudah diwariskan dari lebih dari satu generasi; dimiliki seluas komunitas tertentu. Juga, tidak bertentangan dengan HAM dan konvensi-konvensi yang ada di dunia dan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia; mendukung keberagaman budaya dan lingkungan alam; dan berkaitan dengan konteks.

Dengan menilik laporan Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sejak 2009 hingga 2017, setidaknya ada 7.241 karya budaya yang tercatat dan ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Sementara itu jumlah budaya yang ada di Indonesia sebanyak 7241 karya yang harus kita lestarikan dan wariskan kepada anak cucu kita.

Kearifan lokal dalam sistem budaya di Indonesia tercermin dalam keberagaman agama, keberagaman suku/etnis, keberagaman bahasa. Terdapat lebih dari 250 suku bangsa di Indonesia. Menurut PODES 2014, terlihat bahwa sebanyak 71,8 persen desa di Indonesia memiliki komposisi warga dari beberapa suku/etnis.

Hal ini menunjukkan bahwa keragaman etnis pada desa-desa di Indonesia cukup tinggi. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun lingkungan sekitar adalah bahasa daerah. 

Dari data SUSENAS MSBP 2015 dapat dilihat bahwa bahasa yang paling sering digunakan oleh penduduk dalam pergaulan (Tempat Bekerja/Sekolah/Lingkungan) adalah Bahasa Daerah, yaitu digunakan oleh sebesar 58,95 persen penduduk. Sebaliknya, bahasa yang sangat jarang digunakan adalah Bahasa Asing, yaitu hanya digunakan oleh sebesar 0,09 persen penduduk.

Dengan demikian, secara umum baik di rumah maupun dalam pergaulan, penduduk mayoritas menggunakan bahasa daerah. Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam budaya masyarakat tercermin dalam keikutsertaan masyarakat dalam melakukan kunjungan ke tempat-tempat peninggalan sejarah/warisan budaya, melihat pertunjukan/pameran seni, penggunaan busana daerah/tradisional maupun upacara adat.

Status kunjungan penduduk ke tempat-tempat peninggalan sejarah/warisan budaya masih rendah. Pertunjukan/pameran seni yang sering diikuti adalah seni musik dan seni tari. Penggunaan busana daerah/tradisional hanya dilakukan pada saat menghadiri upacara keagamaan. Upacara adat banyak diikuti oleh penduduk.

Kearifan Lokal dalam sistem sosial tercermin dalam keadaan masyarakat yang aman, terpeliharanya kehidupan yang akrab dan penuh gotong royong. Selanjutnya, persentase desa dengan kebiasaan gotong royong warga adalah tinggi, yaitu sebesar 96,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa budaya gotong royong di dalam desa hampir selalu ada.

Toleransi dan kepedulian sebagai wujud kearifan lokal tercermin dalam sikap persetujuan masyarakat apabila ada kegiatan di lingkungan yang dilakukan oleh suku bangsa lain maupun pemeluk agama lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun