Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksistensi Tenunan Ulos Batak yang Melegenda itu ada ditangan Mereka

8 Desember 2018   23:06 Diperbarui: 9 Desember 2018   01:28 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menenun Ulos Tradisional Masih Sangat Dibutuhkan Agar Ulos Tetap Eksis Menjadi Kearifan Lokal Mendunia. Sumber Foto:www.beritatagar.id

Legenda Asal Usul Ulos Batak

Menurut legenda, Ulos erat kaitannya dengan kisah terjadinya bumi dan asal-usul jenis manusia (kosmogoni) menurut versi cerita rakyat (dongeng) masyarakat Batak. Mitos itu adalah torsa (kisah) yang menceritakan bagaimana asal muasal adanya bumi dengan lautan dan daratannya, beserta dengan isinya yang diciptakan oleh Ompu Mula Jadi Na Bolon (Sang Pencipta). Begini ringkasan ceritanya : Pada zaman dahulu kala, di langit (negeri kayangan) tersebutlah seorang puteri yang cantik jelita bernama Si Boru Deak Parujar atau Deak Parujar yang merupakan puteri tunggal Batara Guru (aspek pertama dari Mula Jadi Na Bolon), sang pencipta yang disebut kala itu sebagai wujud Trimurti, atau Tri Tunggal, yaitu (Dewa) Batara Guru, (Dewa) Soripada, dan (Dewa) Mangalabulan.

Di negeri Kayangan (Kerajaan Langit), putri Deak Parujar dikenal sebagai ahli tenun, sehingga juga dikenal sebagai puteri Partonan Na Utusan (Maha Ahli Tenun). Setelah dewasa ia di calonkan menjadi isteri putra dari Mangalabulan (aspek lain dari Trimurti). Namun, karena rupa laki-laki yang dicalonkan itu sangat jelek, maka puteri Deak Parujar menolak mentah-mentah dan karena penolakan tersebut, maka sang puteri memutuskan untuk keluar dari langit.

Singkat cerita, di bumi Puteri Deak Parujar pun tetap menenun selama di bumi dan ketika Mula Jadi Na Bolon memerintahkan agar sang puteri kembali ke langit dan menempati bulan, Putri Deak Parujar menenun ulos, sehingga tidak jarang ketika bulan purnama muncul, terlihat bentuk bulan menyerupai seorang gadis menenun kain.

Nah, tradisi menenun itu hingga sekarang masih ada dan kain hasil tenunan ulos selalu tebal, kenapa? Karena dari sejak dahulu kala memang kain ulos itu fungsinya sebagai selimut untuk menghangatkan tubuh dan melindungi diri dari terpaan udara dingin Danau Toba. Masyarakat Danau Toba sejak dahulu kala hingga sekarang mencari sumber yang dapat memberikan rasa hangat bagi tubuh mereka, yaitu matahari, api, dan tentunya ulos. Dari ketiga sumber tersebut, uloslah dianggap paling nyaman dan akrab menemani hari-hari mereka dan terjaga rapi hingga sekarang.

Itulah dasar mengapa Ulos perlu dilestarikan sebagai sumber kekayaan Budaya Indonesia. Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang yang memiliki sejuta makna dan merupakan warisan turun-temurun yang harus dilestarikan sebagai salah satu budaya khas Batak yang sudah mendunia dan sedang diperjuangkan menjadi salah satu ikon budaya Indonesia setelah kain Batik.

Ulos selain menjadi penghangat tubuh, kini merupakan benda sakral yang menjadi simbol restu, kasih sayang, dan persatuan yang disematkan oleh orang-orang yang kita kasihi dalam sebuah pesta atau pertemuan bertemakan Adat, baik itu pesta Perkawinan (Pernikahan), Peresmian Tugu, Saur Matua (Meninggal usia Tua), Sari Matua (Meninggal di usia muda), dan banyak lagi jenis Pesta Adat di Masyarakat Batak. Ulos adalah singkatan dari kata "Unang Lupa, Oloi Sipaingot" yang artinya seperti ini "Jangan Lupa Untuk Mematuhi Segala Nasehat Orang Tua". Ulos inilah sebagai pengikat dan pengingat terhadap keluarga-keluarga yang memang dikenal memiliki silsilah atau tarombo. Dengan Ulos ini diharapkan hubungan kita semakin erat kini hingga keturunan-keturunan kita.

Kisah Penenun Ulos Butuh Perhatian

Karena fungsinya yang sangat penting itulah, makanya kain tenunan bernama ulos sangat perlu untuk dilestarikan keberadaannya. Tradisi pembuatannya sangat perlu dilestarikan dan diwariskan kepada generasi sekarang. Namun faktanya? Budaya bertenun ulos sudah hampir punah dengan kemunculan mesin tenun ulos, karena efisiensi waktu dan proses pengerjaannya yang lebih singkat membuat mesin tenunan ulos lebih diminati daripada menenun dengan alat-alat tradisional. Belum lagi waktu pelaksanaan, perhatian, juga modal yang tidak sedikit membuat tenunan tradisional mulai ditinggalkan. Generasi muda lebih memilih menggeluti bidang lain dibandingkan dengan harus menenun ulos.

"Satu bulan aku hanya bisa membuat satu ulos Ragi Hotang ataupun Ragi Hidup, kalau ulos biasa saja bisa aku buat hanya satu atau dua minggu", tutur inang Sitanggang Br. Sagala, seorang penenun ulos yang tinggal di dekat rumah kami. Beliau mungkin satu dari sekian orang yang masih suka menenun ulos, walau tidak menggantungkan hidupnya dari hasil tenunan ulos. Beliau menenun kalau ada pesanan dan juga mengisi waktu luangnya apabila tidak ada yang menggunakan jasanya untuk membantu-bantu membuat catering atau pekerjaan rumah tangga lainnya oleh sang majikan di komplek rumahnya.

"Aku pengen belajar menenun inang!", begitu aku pernah sedikit berseloroh. "Wah, masa itu mau belajar? Kalau belajar menenun ulos ini nga boleh setengah-setengah, harus fokus! Sekarang ini anak gadis banyak nga tertarik menenun lagi, kenapa? Karena menurut mereka ini pekerjaan sulit, tidak gampang menghasilkan duit! Taulah anak muda sekarang, maunya pekerjaan yang cepat menghasilkan duit!", begitulah tuturan inang Br Sagala menyudahi perbincangan kami sambil terus mengatur benang di alat tenunan ulosnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun