Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mewujudkan Revolusi Mental Indonesia dari Polisi PROMOTER

6 Juli 2017   13:57 Diperbarui: 6 Juli 2017   14:02 4689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polisi Menuju PROMOTER (sumber: www.kriminalitas.com)

Teroris ada di Indonesia? Itu bukanlah isapan jempol belaka, belakangan ini kita dihadapkan pada kenyataan para teroris melakukan aksi-aksi yang semakin membabi buta dan semakin nyata melakukan serangan-serangan yang terkesan nekat mengganggu ketertiban, keamanan dan kenyamanan di tanah air kita ini. Contoh paling nyata, ketika Sumatera Utara yang dijuluki juga dengan Suwarnadwipa, tepatnya di ibukotanya, kota berjuluk Bandar Melayu tiba-tiba diteror oleh sekelompok teroris yang melakukan aksi brutalnya dengan menyerang Pos penjagaan di Markas Polda Sumatera Utara, Minggu (25/6/2017) dini hari.

Dalam peristiwa tersebut yang masih dalam suasana Lebaran, dua orang terduga teroris tiba-tiba menyerang polisi yang berjaga-jaga di Pos penjagaan yang mengakibatkan Aiptu Martua Sigalingging tertusuk pisau pelaku, sementara temannya Brigadir E Ginting yang berjaga-jaga di luar Pos juga tidak luput dari serangan yang mengakibatkan Brigadir Ginting meminta pertolongan kepada Brimob dan melakukan tindakan tegas dengan menembak pelaku teroris yang mengakibatkan satu orang tewas dan satu orang lagi kritis terkena timah panas anggota Brimob. Sementara naas bagi Aiptu Martua Sigalingging yang tewas ditempat oleh tusukan pelaku di bagian leher, dada dan tangan. (sumber: Kompas)

Ironis memang, karena sasaran dari para teroris adalah objek-objek vital Negara Republik Indonesia yang harus dijaga keamanan dan keberadaannya sebagai kekuatan bangsa kita. Seperti modus operasi para teroris yang melakukan penyerangan di markas Polda Sumut yang bertujuan untuk merampas senjata dan membakar pos penjagaan dan berencana melakukan teror yang lebih besar. Lantas yang menjadi pertanyaan, mengapa yang menjadi sasaran adalah Polisi yang tidak berdosa dan bertugas saat menjalankan tugas menjaga keamanan dan kenyamanan Indonesia?

Tidak hanya di Sumut saja, tanggal 30 Juni 2017, kita kembali dihebohkan dengan peristiwa serupa. Kali ini terjadi di Jakarta Selatan, tepatnya di Masjid Faletehan samping lapangan Bhayangkara Mabes Polri. Dua orang anggota Brimob, AKP Dede Suhatmi dan Briptu M Syaiful Bahtiar menjadi korban penusukan usai melaksanakan sholad isya berjamaah yang membaur dengan masyarakat sekitar Mabes Polri (sumber: Kompas).

Pertegas Peran dan Fungsi Polisi

Dua kasus diatas hanyalah segelintir dari upaya kejahatan yang terjadi di sekitar kita yang bertujuan untuk membuat resah dan mengganggu ketertiban dan ketentraman di tengah-tengah masyarakat kita dan Polisi menjadi target utama, karena Polisi atau Polri menjadi Subjek pemerintah yang bertujuan untuk melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Polisi menjadi alat negara untuk menegakkan hukum di negara ini, sebagai subjek yang dibentuk untuk memberikan perlindungan, penganyoman dan pelayanan kepada masyarakat sehingga terwujud keamanan dan kenyamanan di tanah air kita tercinta ini, juga menjamin terwujudnya penegakan hukum dan terselenggaranya perlindungan, penganyoman dan pelayanan publik, serta adanya rasa aman dengan menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).

Memang ibarat buah simalakama, begitulah kehadiran Polri atau Polisi di tengah-tengah masyarakat. Bertindak amat tegas, maka semua persoalan di negeri ini bisa diatasi dengan baik, semua kasus yang ditangani akan selesai dengan baik, jika Polri atau Polisi mampu memainkan peranan pentingnya sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban serta memastikan terciptanya penegakan hukum, memberikan penganyoman dan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan perlindungan dan keselamatan seluruh masyarakat Indonesia didalam wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia tanpa terkecuali. 

Tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa Polisi atau Polri dalam menjalankan tugasnya tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik, karena terbentur dengan masalah kepentingan, sehingga tidak mengherankan apabila penyelesaian berbagai kasus besar maupun yang kecil tidak dapat diselesaikan dengan baik, karena terbentur dengan masalah kepentingan didalam tubuh Polri atau kesatuan Polisi tersebut.

Baik mulai dari tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab penuh kepada Presiden, kemudian wilayah ditingkat Provinsi yang disebut dengan Kepolisian Daerah yang biasa disebut dengan Polda dan dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, hingga ke tingkat Polres dan Polsek harus mampu menunjukkan peranannya sebagai penganyom masyarakat.

Tetapi apa yang terjadi? Dalam undang-undang No. 2 tahun 2002, disebutkan salah satu kebijakan teknis Kepolisian, adalah: Melaksanakan penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan kegiatan operasional dan pembinaan kemampuan kepolisian yang dilaksanakan oleh seluruh fungsi kepolisian secara berjengjang mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah yang terendah, yaitu Pos Polisi, dan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian secara hirearki dari tingkat paling bawah ke tingkat pusat, yaitu Kapolri, yang selanjutnya Kapolri bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia, karena Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR-RI.

Namun, terkadang banyak oknum Polisi bertindak tidak sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan perananya yang tujuannya memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat tanah air tanpa terkecuali. Sudah rahasia umum bahwa terkadang oknum Polisi bahkan menjadi oknum yang dijadikan 'beking' atau orang yang melindungi atau menyokong pengusaha-pengusaha atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan besar dan memiliki uang yang banyak untuk memberikan dana lebih kepada oknum Polisi untuk melakukan pengamanan atau memastikan usaha mereka aman berjalan lancar, walaupun itu bertentangan dengan hukum.

Contoh paling nyata adalah ketika pengusaha berhadapan dengan buruh atau masyarakat yang merasa dirugikan oleh keberadaan sebuah perusahaan milik pemerintah maupun swasta. Kita dipertontonkan oleh keberadaan Polisi bersenjata lengkap mengamankan kericuhan, tetapi lebih dari itu, kita melihat Polisi tidak bertindak sebagai penengah, melainkan berpihak kepada mereka yang membayar. Mereka menerima dana pengamanan dari perusahaan. Polisi berdalih mengamankan objek vital dan itu diamanatkan dalam Kepres No. 63 tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional. 

Pun dalam kasus-kasus, seperti terjadi sengketa tanah, perkebunan dan pertambangan yang melibatkan pengusaha atau orang-orang berduit dan berkuasa, pastinya kita melihat pengusaha maupun orang-orang berduit, lebih suka 'membayar' polisi ketimbang memberikan apa yang menjadi hak dari masyarakat yang dirugikan. Padahal sudah ada ketentuan yang mengatur larangan agar Polisi dan tentara tidak diperbolehkan berbisnis. Sebagai penganyom, polisi semestinya memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat.

Revolusi Mental Menuju Polisi Profesional, Modern dan Terpercaya

Semenjak Pemerintahan baru ditangan pak Jokowi dengan gerakan Revolusi Mental yang dia canangkan lewat program Nawacita-nya, maka seluruh elemen masyarakat, tidak terkecuali di dalam tubuh para PNS, TNI dan Polisi, Pak Jokowi ingin karakter bangsa yang kokoh dan tangguh dalam membangun bangsa terwujud mulai dari para penegak hukum dan penyelenggara pemerintahan. Di lingkungan Polri, Kapolri telah mencanangkan Program Quick Wins Renstra Polri tahun 2015-2019, dengan tema "Polri sebagai Penggerak Revolusi Mental dan Pelopor Tertib Sosial di Ruang Publik", melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi para anggota Polisi sebagai proses transfer pengetahuan dan keterampilan sekaligus proses pembelajaran berkelanjutan untuk menciptakan Polisi yang profesional, bermoral, modern dan unggul.

 Harapan dari progam yang dicanangkan oleh pak Kapolri, Tito adalah terbentuknya SDM Kepolisian yang tangguh dan memaknai sungguh-sungguh nilai-nilai Pancasila, merasa sebagai bhayangkara yang terpanggil untuk melindungi segenap bangsa dan negara, merasa sebagai pejuang dan penegak hukum yang menjunjung tinggi keadilan, yang paling penting merasa sebagai pelayan publik yang bekerja dengan tulus dan iklas.

Sehingga tidak heran apabila kita melihat wajah Polisi yang sekarang, yang lebih profesional dalam bekerja, yang lebih modern dalam menyelesaikan kasus-kasus kejahatan baik itu kejahatan yang nyata, maupun kejahatan-kejahatan dalam dunia maya (Cyber Crime) yang merebak di tahun 2016, dan sebanyak 699 kasus bisa diselesaikan dari 1.207 kasus cyber crime. Ini menunjukkan bahwa Subdit Cyber Crime yang dikembangkan Polri mampu beroperasi dengan baik demi nama baik Polisi yang Modern, dimana sampai sekarang Polisi mampu mendeteksi, menggagalkan hingga menangkap orang-orang yang berpotensi maupun yang terlanjur membuat akun-akun dan menyebarkan hasutan bernada provokatif lewat dunia maya. Bermodalkan Undang-Undang no. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Polisi dapat melakukan penyelidikan, penyidikan terlebih dahulu sebelum menangkap orang-orang yang dianggap melakukan kejahatan di dunia maya.

Terpercaya? Polisi harus menjadi lembaga negara yang harus dipercayai setelah sekian lama menjadi lembaga negara yang dianggap paling korup karena dalam melaksanakan tugasnya banyak oknum-oknumnya yang suka bermain 'nakal' dengan sesuka hati bermain di lapangan dan tidak sanggup melakukan transparansi. Namun, lewat Revolusi Mental ini, harapan untuk kebaikan mulai muncul, pelan tapi pasti, Polisi telah mulai mampu menarik hati publik tanah air lewat aksi-aksi ciamik mereka di lapangan. 

Seperti tidak mau disogok lagi, pemberantasan narkoba yang benar-benar serius dilakukan, benar-benar melakukan aksi untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan tidak sembarangan lagi melakukan aksi razia. Ini sudah bisa menjadi bukti awal Polisi merebut hati warga masyarakat Indonesia, sehingga Polisi bisa menjadi kekuatan Indonesia menuju Indonesia yang maju dan bermartabat. Selamat Hari Bhayangkara ke-71. Semoga Polisi Jaya, Indonesia Bermartabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun