Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Berbuka Belum Lengkap tanpa Es Krim Mochi: Rasanya Juara, Harganya Murah, Yuk, Borong!

30 April 2022   22:29 Diperbarui: 30 April 2022   22:30 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Makanan adalah bentuk kenyamanan paling primitif"- Sheila Graham

Lapar adalah bentuk kerinduan; makan adalah perjumpaannya. Saat puasa Ramadan, waktu yang paling ditunggu pastinya saat berbuka. Ada kebahagiaan tersendiri menjelang Magrib. Apalagi saat bedug berbunyi, iya, kan!

Ada banyak kisah sebelum berbuka. Mulai memilih menu untuk berbuka pun juga penuh pertimbangan. Terkadang ribet. Ingin ini, ingin itu. Karena berbuka adalah saat-saat istimewa. Ada upaya di sana, bisa jadi penuh drama.

Hanya orang berpuasa yang bisa merasa. Kebahagiaan seperti apa yang dirasakan? Kebahagiaan yang boleh dikata paling primitif: Makan dan minum! Namun, lebih dari itu. Melampaui makan dan minum dalam arti harfiahnya.

Nah, saat berbuka, pertama yang diincar pastinya yang segar. Kolaborasi manis dan juga dingin. Kalau disuruh memilih: Makan es krim dulu atau rawon? Jawaban pastinya tidak usah dipikir: Es krim! es krim! es krim! 'kan begitu? iya kan! hehehe

Es krim adalah makanan segala umur dengan statusnya selalu berlabel enak dan sangat enak. Anak-anak, remaja, sampai dewasa suka dengan es krim. Lintas gender, lintas usia dan juga lintas negara. Begitu umumnya untuk menggambarkan es krim. Makanan sejuta umat.

Apalagi dalam kondisi haus dan lapar. Status es krim akan berubah. Derajatnya semakin nanjak: Sangat nikmat! Kenapa sensasi itu bisa terjadi? Alasannya, Anda dan saya, bisa menahan lebih lama untuk lapar. Tapi tidak untuk haus. Ilmiahnya begitu; realitanya juga begitu.

Menurut Yuval Noah Harari--sejarawan Israel--kegemaran manusia terhadap rasa manis dipengaruhi sejarahnya tujuh puluh ribu tahun lampau.  Saat akses makanan manis terbatas hanya di buah-buahan liar maka ketika ada buah masak--sebagai sumber manis satu-satunya waktu itu--yang dilakukan adalah: Makan sebanyak banyaknya!

Yuk, kembali ke nuansa Ramadan. Apa yang kita alami saat ini "seolah kegentingan" era purba terhadap rasa manis dan dingin. Seharian menahan lapar dan dahaga. Sebuah kebahagiaan kalau kita bisa memenuhi keinginan tubuh dan juga imajinasi: Kesegaran air, rasa manis dan juga dingin.

Coba bayangkan: Sambil menunggu tahrim yang berdurasi 4 menitan, di meja sudah terhidang es krim dengan warna menggoda. Ada warna merah, hijau cerah, serta taburan kecoklatan dipadu dengan warna putih. Terlihat embun di mangkok. Ada potongan buah alpukat, nangka, dan juga stroberi bergabung di dalamnya.

Kelenjar ludah pun bereaksi dengan antusias. Normalnya, Anda sangat bahagia melihatnya. Lebih bahagia lagi menikmatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun