Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Manusia: Spesies yang Paling Tidak Jelas di Ekosistem Bumi

22 Oktober 2021   16:13 Diperbarui: 8 Mei 2023   19:51 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mengamati langit tengah malam, membuka ruang pikir manusia yang diperluas (gambar:pixabay.com)

Tulisan ini hanyalah ide liar. Terlintas saat duduk di bawah rerimbunan rumput bambu depan rumah. 

Oh ya, bambu bukan jenis pohon tapi masuk rumput-rumputan. Tetanggaan dengan ilalang atau rumput gajah. 

Sambil ngopi sachetan, menyeruput dengan bunyi khas. Sungguh menambah kelegaan. Hidup terasa lebih gurih dan renyah.   

Ngopi hakekatnya mempertemukan bibir dan cangkir. Rasa pahit yang menggerayap di lidah menjadi sensasi ampuh untuk mengendorkan syaraf yang lelah. Ritual wajib pagi hari sebelum berburu kepingan rupiah.

Mata melihat ke atas, mengamati aktivitas burung emprit. Mengamati burung selalu menarik. Ada kepuasan saat menemukan burung langka yang nongol di depan mata. Sebuah hobi yang saya tekuni dari dulu--saat masih SD. 

Maklumlah anak desa. Hamparan tegalan, rimba dan sawah jadi medan jelajah. Sungguh asyik mengamati dan membicarakan satwa liar.

Manusia Penuh Dilema

Hal sebaliknya kalau berbicara tentang manusia: Selalu rumit dan sulit! Bahkan tidak terprediksi. 

Ada yang menyalakan lampu sein kanan. Namun, belok kiri. Ada yang teriak sayangi hutan. Namun, tingkahnya mencederai alam. Ada juga yang menangis, karena gembira. Ada pula yang tertawa karena sedih. Ada yang benci Syiah tapi ngefans negara Iran, ada juga yang anti komunis tapi ke mana-mana pakai kaos bergambar Che Guevara. Ada juga penyayang kucing, tapi benci kambing. Tau ah gelap!

Manusia hidupnya penuh dilema. Karena dilema diciptakan dan mati-matian pula dicari jalan keluarnya. 

Ini fakta, lho. Seperti menciptakan orang-orang sawah. Dan meletakkan semua masalah kepadanya. 

Misal nih, untuk apa membuat alat perang mematikan? Seperti bom, roket,  senapan dll. Jawabannya untuk perang. Lalu setelah perang? Mereka mengakhiri dengan perdamaian. Mengobati yang sakit. Mati-matian membuat teknologi yang bisa menyembuhkan manusia dari senjata perang. Mati-matian pula melakukan recovery infrastruktur yang rusak. 

Sebenarnya solusinya cukup mudah. Jangan perang! Cukup hanya itu. Tapi bagi manusia itu tidak menarik.

Jika ada makhluk asing yang mempelajari manusia, maka akan dibuat kebingungan. Manusia itu cerdas tapi bodoh, baik tapi jahat, manis tapi pahit. 

Ada sesuatu yang unik dari manusia yakni: dirinya tidak jelas! Ketidakjelasan ini dalam segala hal. Misal, di ekosistem, manusia itu perannya kosong. Atau boleh dikata, lebih baik tidak ada. 

Ini bukan candaan, ini adalah fakta nyata di rantai energi ekosistem bumi.

Coba cermati. Semua yang ada di ekosistem bumi, punya peran sebagai rantai energi. Misal cacing. Peran mengurai daun, atau bangkai. Setelah terurai dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan dimakan kambing. Kotoran kambing, diurai oleh cacing sebagai salah satu makanannya. Jenis makhluk lainnya juga semacam itu.

Coba selidik lebih dalam tentang manusia. Dia memakan tumbuhan, serangga, ayam, kambing, biawak, ular, tikus, codot, kodok, tokek, laron... . Lalu energi yang dilepas untuk makhluk lainnya apa? 

Apakah manusia sebagai santapan harimau? Tidak! Santapan cacing juga tidak. Manusia lepas dari rantai energi ekosistem. Artinya manusia bukan makhluk Bumi! Dirinya berada di luar paguyuban spesies bumi. Manusia adalah spesies illegal. Ini aneh..hehe

Egosentrisme

Mari kita berjalan ke belakang. Mengamati tingkah polah manusia yang unik. Hampir seribu empat ratus tahun lamanya manusia meyakini Bumi sebagai pusat segalanya. Dan meganggap manusia sebagai aktor tunggal paling penting di jagat raya.

Benda angkasa semua memuliakan Bumi dengan mengitarinya. Pandangan tersebut lahir sebagai hasil pengamatan konvensional. 

Bahwa matahari bergerak dari timur ke barat, seolah mengitari Bumi. Siapa pun yang menolak pandangan itu akan dicincang. Menghina apa yang sudah tertulis dan sudah pasti. Pandangan ini dikemukanan oleh Ptolomeus: Teori Geosentrisme.

Seiring waktu, pandangan geosentrisme dinilai keliru oleh Nicolas Copernicus--astronom Polandia. 

Bumilah yang mengitari matahari. Penelitiannya jika dikemukakan ke publik bisa menimbulkan masalah: Geger geden!

Bagi penganut geosentrisme pandangan Nicolas berbahaya dan tidak senonoh. Menurunkan kasta Bumi dan manusia pada posisi inferior: biasa saja!

Nicolas tahu tentang posisinya. Jika dirinya mengumumkan hasil pengamatannya. Maka pasti diberi kebebasan oleh otoritas penguasa untuk memilih: dipancung atau digantung. Pilihan yang tidak terlalu asyik.

Maka Nicolas memutuskan, menyimpan karyanya. Dan akan menerbitkannya, saat menjelang ajal. On the Revolutions of the Heavenly Spheres akhirnya rilis tahun 1543. Benar-benar langkah brilian atau semacam kebetulan. 

Tidak lama setelah peluncuran buku yang sangat kontroversial tetsebut, dirinya mengalami gagal nafas. Meninggal! Nicolas berhasil tak tersentuh hukum saat itu.

Saat Darwin mengeluarkan On The Origin of Species pada 1859. Semua kalang kabut. Perdebatan menghangat, lalu memanas.

Buku yang harusnya bisa dijadikan alat perkembangan budaya pikir dan refleksi manusia, menjadi alat pemantik perpecahan yang cukup serius.

Perjalanan manusia belumlah sampai garis finis. Masih banyak kejutan yang mungkin akan terjadi. Dan tidak usah terburu nafsu untuk menghakimi bahwa itu salah, ini benar. Manusia  akan dikejutkan dengan hal-hal baru. Santai saja, dunia dan isinya ya memang begitu.

Buka jendela pikiran seluas luasnya. Biar hembusan angin memberi kesegaran. Sehingga pada akhirnya kita bisa menerima apa pun yang datang dan merelakan yang pergi.

Ah, romantis sekali. (AS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun