Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warisan Macam Apa yang Akan Kita Berikan Kepada Anak Cucu Kita?

27 Agustus 2021   23:31 Diperbarui: 27 Agustus 2021   23:41 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran ledakan nuklir yang mematikan (sumber gambar: National Geographic Indonesia)

Saat ini adalah waktu yang tepat untuk bertanggung jawab kepada masa depan. Setidaknya jangan diulur lagi. Apapun kondisinya kita sebagai orang dewasa harus memulai. Meninggalkan artefak kebaikan untuk anak cucu kita. Agar kita dikenang dengan taburan bunga wangi, bukan caci maki.

Budaya yang kita wariskan, bisa saja menjadi malapetaka bagi anak cucu kelak. Menimbulkan kesengsaraan, kepahitan hidup yang tidak pernah terbayangkan untuk saat ini.

Menurutku peradaban saat ini tidaklah ramah bagi anak-anak. Bukan warisan yang baik bagi mereka. Data dari PBB menunjukkan; 260 juta anak di dunia putus sekolah, 160 juta berjuang sebagai pekerja anak, 149 juta anak kelaparan. 

UNHCR merilis data sekitar 32,8 juta menjadi pengungsi. Terombanag ambing di lautan, diusir di daratan, hidup di tenda-tenda penampungan  yang lebih mengenaskan mereka tidak punya kewarganegaraan. Mereka berstatus ilegal di mana saja kaki mereka menapak. Padahal Tuhan tidak pernah menciptakan manusia illegal berada di Bumi ini.

Situasi tersebut buruk bagi tumbuh kembang anak. Mengantarkan anak mengalami kesulitan menghadapi masa depannya kelak. Mereka tumbuh di lingkungan keras tak sehat yang bisa mengganggu tumbuh kembangnya. Jika mereka dewasa bibit kekerasan bisa berlanjut. Tidak bisa di pungkiri, kekerasan seperti wabah menempel pada seseorang dan menulari yang lainnya.

Anak-anak harus terbebas dari kesengsaraan dan itu tanggung jawab orang dewasa. Terutama yang punya wewenang mengakses kebijakan. Dalam hal ini pemerintah. Membuat kebijakan ramah anak bukan hal rumit. Tidak serumit meluncurkan manusia ke Bulan. Ataupun menciptakan peralatan perang canggih. 

Kebijakan itu hanya masalah kemauan yang dibarengi menekan keegoisan orang dewasa. Setiap kehidupan manusia harus dipandang  penting, lebih penting dari apapun.

Kolaborasi Utara-Selatan

Pemerintah negara maju (utara) berkewajiban memikirkan nasib negara berkembang (selatan). Pemerintah negara berkembang juga harus punya kebijakan untuk melindungi nasib anak-anak. Anggaran pemerintahan yang ada bisa difokuskan dulu untuk mengentaskan kesengsaraan yang dihadapi anak. Usaha bahu membahu satu sama lain untuk menciptakan hidup yang layak, terutama bagi anak-anak bisa dilakukan, sesegera mungkin.

Mengubah dunia agar damai yang ramah dengan dunia anak-anak bukan mustahil. Itu bisa dilakukan dengan bergandengan tangan. Faktornya bukan dari luar, tapi dari orang dewasa sendiri. Fakta yang ada menunjukkan semua masalah di dunia disebabkan oleh orang dewasa. Kalau ditarik garis, mereka semua pernah kecil, bisa jadi masa kecil penuh trauma, lalu menjadi jejak bertindak saat dewasa. Semacam lingkaran setan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun