Mohon tunggu...
Sri Sayekti
Sri Sayekti Mohon Tunggu... Guru - Tertarik dengan literasi

Lahir di Malang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Maafkan

30 Juli 2021   09:20 Diperbarui: 30 Juli 2021   10:19 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

*Maafkan*

Teringat Pekarangan Belakang Rumah
Tetiba hati dihantui rasa gundah
Tak bisa lagi kaki kecil ini melangkah
Atau sekedar mata memandang kesegaran pepohonan berjajar indah
Sebab kini semuanya telah musnah

Hanya ingatan menari perlahan
Ketika masa kecil dipenuhi tawa riang
Bebas berlari ke sana ke mari tanpa bimbang
Tak ada hiruk pikuk menghadang

Pekarangan belakang rumah kini berganti wajah
Tiada lagi pohon perindang meneduhkan tubuh para petani yang mulai lelah seharian bekerja di sawah
Terlihat buldozer mondar mandir mematikan benih-benih pepohonan yang masih terselip di antara sisa-sisa humus
Serta pandangan kosong para petani yang sengaja singgah di sela gedung megah berdiri gagah

Terselip alunan sesal di dada
Tak lagi ada warisan orang tua
Tak ada lagi pekarangan peneduh jiwa
Tak ada lagi warisan tuk anak cucu kelak

Maafkan keputusan sepihak ini
Desakan ekonomi serta bujukan mafia tanah menjadikan buta nurani
Tak berpikir nasib anak cucu kelak
Terampas keserakahan berbalut hak yang sesungguhnya menenggelamkan dalam rupa keterpurukan

30 Juli 2021, Malang

_Agun Sayekti_

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun