Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kehancuran Kerajaan Kediri, Sepenggal Kisah untuk Indonesia

11 Desember 2016   03:50 Diperbarui: 11 Desember 2016   07:13 1565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kediri mendapatkan masa kejayaannya pada masa Raja Jayabaya. Sang Raja yang terkenal sakti mandraguna dan dapat mengatasi masalah dengan prediksinya yang dikenal selalu ‘waskita’ dan ‘ngerti sak durunge winarah’.Bahkan sampai sekarangpun banyak yang mengenal dan masih mempercayai apa yang dinamakan Jangka Jayabaya.

Keadaan menjadi berangsur-angsur berbalik sejak Raja Kediri diperintah oleh Raja Ketajaya sebagai penerus Raja Jayabaya. Saat itu masyarakat Kediri sebagai penganut Hindu yang taat diprovokasi oleh para agen-agen yang sengaja dikirimkan oleh Ken Arok dari Tumapel. Permainan Ken Arok sangat rapi sekali sehingga para ulama Hindu di Kediri tidak mengenali akan berita yang tersebar di masyarakat bahwa Kertajaya memerintahkan masyarakat untuk menyembahnya sebagai Dewa.

Para Brahmana Kediri menganggap bahwa sang raja Kertajaya telah melecehkan agama di saat itu. Beberapa kali upaya dilakukan untuk bicara dengan Kertajaya. Namun karena Kertajaya sendiri tidak merasa memerintahkan seperti itu, maka Kertajaya menanggapinya dengan anggapan bahwa itu semua tidak benar.

Merasa dipermainkan oleh Kertajaya, para Brahmana yang merasa membela keyakinannya menyusun kekuatan sendiri dengan merencanakan meminta bantuan kepada Tumapel yang saat itu merupakan daerah bawahan kerajaan Kediri. Pemimpin Tumapel adalah akuwu Ken Arok – setara camat saat ini – setelah Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, yaitu Akuwu sebelumnya.

Ken Arok menyambut baik keinginan para Brahmana untuk melawan Kertajaya, karena memang inilah yang diharapkannya. Para Brahmana saat itu melihat bahwa Ken Arok sangat berpihak kepada Brahmana dan ingin mengembalikan kemuliaan agama yang dianggap dilecehkan oleh Kertajaya saat itu.

Tahun 1254 tejadi peperangan antara Kertajaya dengan para Brahmana yang dibantu oleh Ken Arok dari Tumapel. Menurut kitab Negarakertagama, peperangan tersebut meletus di Desa Ganter. Peperangan akhirnya dimenangkan oleh pihak Tumapel bersama para Brahmana.

Namun di luar dugaan para Brahmana, ternyata niat baik Ken Arok membantu yang tadinya dikatakan berdasarkan atas keyakinan yang sama ternyata membawa misi terselubung, yaitu ingin memerdekakan Tumapel yang tadinya di bawah kekuasaan Kediri. Rencana Ken Arok yang memang sudah disusunnya jauh-jauh hari melibatkan emosi keagamaan para Brahmana ini berhasil dengan mulus. Ia mengadu domba para Brahmana dengan rajanya sendiri, yaitu Kertajaya.  Kediri mengalami kemunduran sejak Kertajaya dikalahkan dan meninggal.

Ken Arok kemudian memproklamirkan kerajaan Tumapel dengan bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhum. Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakertagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.

Disinilah ambisi berdirinya kerajaan Singasari dibangun dengan memanfaatkan sebuah kelicikan pemberontakan yang mengambil sentimen agama saat itu di mana para Brahmana terpengaruh dan kemudian berani memberontak rajanya.

Kediri yang tadinya besar dengan nama Rajanya yang sangat terkenal, Prabu Jayabaya, kini porak-poranda dan hancur hanya dikarenakan provokasi dan rencana licik Ken Arok.

Akankah kita dapat belajar dari Sejarah kerajaan Kediri? Semoga kita dapat membuka mata hati kita lebar-lebar terhadap strategi Ken Arok yang mungkin saja masih berlanjut sampai saat ini di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun