Kualitas diri yang bagaimana? Apabila kita membicarakan kualitas diri, maka sudah banyak sekali definisi tentang kualitas diri ini, baik di dalam Al-Quran maupun dalam hadis-hadis Nabi. Dan ajakan, anjuran, tulisan, ceramah-ceramah kemudian hanya menjadi bahan pengetahuan saja tanpa menjadikan manusia mengalami transformasi diri.
Yes, kita sampai pada kalimat 'Transformasi diri'.
Mengapa Nabi Muhammad menggunakan bulan Ramadhan dan bukan bulan-bulan yang lain untuk mengabarkan tentang Lailatul Qadar? Bagi Anda yang belajar tentang dunia pikiran (Hipnosis dan NLP) tentu Anda mengenal istilah 'sosok otoritas'. Istilah 'sosok otoritas' ini bukan hanya sosok manusia, namun dapat berupa barang, situasi, perasaan atau apapun yang merupakan sesuatu yang Anda yakini dapat mempengaruhi Anda.
Contoh:
Bagi orang Jawa yang meyakini bahwa hari Kamis Kliwon merupakan hari keramat, maka ia akan sangat hati-hati bertindak di hari tersebut. Hari Kamis kliwon menjadi 'sosok otoritas' bagi orang Jawa yang secara turun-temurun meyakininya.Â
Lalu bagi seorang yang dianggap bijaksana dapat menggunakan Hari Kamis Kliwon sebagai 'sosok otoritas' untuk menyampaikan pesan sehingga pesan tersebut dapat lebih diyakini dan berpengaruh terhadap yang menerima pesan. Itulah mengapa ada orang yang menurunkan ilmu pada hari Kamis Kliwon, memberikan petuah pada hari Kamis Kliwon dan sebagainya. Hal itu dilakukan karena ia menggunakan sarana 'sosok otoritas' tersebut.
Nah, pertanyaan yang menarik adalah, apakah sesuatu yang disampaikan dan dilakukan di luar 'sosok otoritas' tersebut dapat berfungsi? Ya, dapat! Sepanjang orang yang menjalankannya memahami tentang fungsi 'sosok otoritas' tersebut.
Jadi kalau begitu, Lailatul Qadar dapat terjadi di luar bulan Ramadhan? Ya, mengapa tidak?
Ia dapat terjadi di hari apa saja, dimana saja, kapan saja! Bulan Ramadhan hanyalah 'sosok otoritas' yang digunakan agar pesan tentang Lailatul Qadar menjadi lebih sakral dan lebih mudah diterima oleh pikiran manusia saat itu. Istilah kerennya adalah Nabi Muhammad sedang 'mem-bypass critical area' pikiran masyarakat saat itu.