Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bergesernya Industri Buku dan Penulis Buku

12 Oktober 2018   07:40 Diperbarui: 12 Oktober 2018   11:52 2784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila kita membaca dua buku dari Rhenald Kasali, yaitu Disruption dan The Great Shifting, kita akan melihat bahwa semua segmen industri telah berubah. Dan bukan saja berubah secara pelan-pelan namun berubah secara cepat dan tidak terduga. Perubahan tersebut tentu saja juga menggerus industri buku dan para penulis buku.

Sampai tahun 2000, industri buku masih berupa toko buku besar dengan banyak cabang di setiap kota. Industri toko buku ya harus ada bentuk tokonya. Karena toko buku merupakan etalase satu-satunya untuk memajang buku, maka penulis buku harus dapat menembus toko buku untuk memajang karya bukunya. 

Kemudian karena jumlah ekemplar buku yang dapat dipajang di toko buku dan semua cabangnya harus berjumlah banyak (minimal 2500 eksemplar) maka penulis buku harus bekerja sama dengan penerbit besar atau yang biasa disebut dengan penerbit mayor. 

Rantai indutri ini berlanjut ketika penerbit mayor ingin menerbitkan buku, tentu mereka tidak mau rugi karena telah membiayai seluruh cetak buku tersebut. Penerbit harus memilih penulis yang baginya terlihat akan mendatangkan keuntungan.

Jadi rantainya jelas, pertama bahwa penjualan buku hanya dapat dilakukan di toko buku. Kedua, agar buku dapat terpajang di toko buku maka jumlah cetakan harus banyak (minimal 2500 eksemplar). 

Ketiga, untuk mencapai jumlah cetakan yang banyak, maka penulis harus menyerahkan naskahnya ke penerbit (jarang penulis yang mau membiayai bukunya sendiri sampai jumlah cetakan besar, karena paradigma penulis yang hanya menulis, bukan pengusaha). 

Keempat, karena penerbit mengeluarkan seluruh biaya produksi, maka penerbit tidak ingin rugi dan ia harus menyeleksi penulis untuk memilih penulis yang naskahnya mendatangkan keuntungan baginya.

Namun ternyata, era industri buku tiba-tiba mengalami disruption! Dan hal ini sangat dirasakan oleh toko buku, penerbit dan penulis itu sendiri. Perubahan tersebut diawali dari tumbuhnya toko buku online. 

Tadinya pembeli buku harus datang ke toko buku, kini pembeli dapat memilih buku dari mana pun juga dan membelinya kapan pun juga. Tiba-tiba toko buku menjadi lebih sepi dari sebelumnya. Karena syarat jumlah buku yang dipajang di toko buku online tidak harus sebanyak jumlah buku yang harus di setor ke toko buku, ditambah hadirnya mesin cetak buku yang dapat mencetak buku dalam jumlah satuan (bukan ribuan) maka hal ini pun menyebabkan peluang yang besar bagi penulis yang tadinya antri panjang di penerbit besar.

Apabila anda sebagai penulis buku dan masih berpikir untuk memasukkan naskah ke penerbit besar, maka anda tidak memahami era disruption ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, industri buku era tahun 2000 ke bawah telah berubah total dan saat ini menjadi lebih memudahkan bagi semua pelaku industrinya, dari toko buku, penerbit dan penulis itu sendiri.

Saat ini, seorang penulis juga dapat menjadi penerbit dan juga dapat menjual bukunya sendiri. Artinya ia tidak hanya menjadi writer saja, namun dapat menjadi writerpreneur. Kalau dulu jurinya untuk menyeleksi naskah penulis adalah penerbit, saat ini jurinya adalah masyarakat pembaca buku itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun