Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

BBM Naik, Apa yang Dapat Kita Lakukan?

2 Juli 2018   16:10 Diperbarui: 3 Juli 2018   20:28 2880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari https://nasional.tempo.co

Harga bensin Pertamax naik! Beberapa orang menjadi 'julit' (kata Syahrini) dan mengumbar kekesalan yang kekanak-kanakan di media sosial. Saya mengatakan kekanak-kanakan karena mereka memakai premium atau pertalite sementara yang mereka protes adalah Pertamax.

Saya tidak memungkiri apabila bahan bakar bensin mulai naik, nanti akan berimbas kepada sektor lain, yaitu pangan dan jasa dimana dalam distribusi mereka menggunakan bensin ini. Lalu bagaimana? Apakah kita hanya akan berkoar-koar lalu membenci atau bahkan memusuhi pemerintah karena kenaikan bahan bakar bensin ini? Tentu saja ini merupakan momen yang sangat sulit bagi pemerintah saat ini. 

Sulit karena akan menghadapi pemilu 2019 nanti dan momen kenaikan bahan bakar bensin dapat dipergunakan oleh oknum-oknum yang memang sengaja mencari sisi buruk pemerintahan saat ini untuk lebih menggaungkan kampanye ganti presiden.

Okelah, urusan politik biarlah tetap menjadi ajang politik. Saya hanya ingin melihat bahwa kenaikan harga bahan bakar bensin pertamax yang memang bukan subsidi ini mengikuti kenaikan harga dasar bahan bakar minyak dunia. Tentu saja, bahan bakar subsidi tidak (atau belum) ikut naik karena masih ada subsidi harga dari pemerintah. 

Kalau semua bidang disubsidi seperti pangan, pendidikan, bahan bakar, sandang, papan, maka siapa yang tidak ingin? Apabila dari seorang bayi yang lahir sudah mendapatkan subsidi kesehatan, pendidikan, jaminan hari tua, bahkan rumah, wow tentu sangat nyaman sekali hidupnya dan negara yang melakukan hal tersebut tentu sudah sangat maju tingkat perekonomiannya.

Apakah kita, Indonesia, dapat menjadi seperti itu? Pertanyaannya adalah seberapa maksimal masing-masing dari individu memberikan dukungan dari setiap program pemerintah yang mengarah kepada pertumbuhan ekonomi? Apabila belum dan yang ada hanyalah saling salah menyalahkan, saling tuding, saling curiga dan saling 'nyinyir' maka jalan menuju ke tingkat subsidi kesejahteraan masih sangat jauh tentu saja.

Saya hanya membayangkan bahwa harga bensin di Indonesia masih dalam daftar 30 termurah di dunia! Dari data Global Petrol Prices per 19 Maret 2018 menunjukkan Indonesia berada di urutan ke-24 sebagai negara yang memiliki bensin paling murah yakni US$0,65 per liter atau sekitar Rp8.900 per liter. (Kurs rupiah : Rp13.745 per dolar AS).

Kalau saya tinggal di Singapura, maka untuk 1 liter bensin saya harus mengeluarkan biaya US$1,59 per liter atau Rp21.858 per liter. Atau apabila saya tinggal di Islandia yang harga 1 liter bensin dengan harga US$2,12 per liter atau Rp29.144 per liter. Kemudian kalau saya tinggal di Hongkong yang harga bensinnya US$2,04 per liter atau Rp28.044 per liter, sedangkan kalau saya tinggal di Monaco maka bensin yang harus saya beli dengan harga US$2,03 per liter atau Rp27.907 per liter.

Bagi saya, kenaikan harga bensin ini dapat dijadikan refleksi bagi kita semua, bahwa sudah waktunya untuk melihat kebutuhan transportasi pribadi. Artinya keluar dari rumah seperlunya apabila akan memakai kendaraan pribadi dan membiasakan memakai transportasi umum. Yang paling sulit mungkin bagi sebagian orang adalah gengsi. Ia ingin selalu tampil dengan kendaraan pribadi dan merasa malu tampil menggunakan kendaraan umum.

Mengurangi kegiatan yang hanya bersifat senang-senang dan kurang berguna dengan memakai kendaraan pribadi menjadi titik balik positif dengan momen ini. Artinya apabila awalnya budget kita untuk bensin sebulan adalah 1 juta untuk 20 kali pemakaian di jalan, maka dengan budget yang sama yaitu 1 juta kita dapat memilih kegiatan yang penting-penting sehingga frekwensi pemakaian dapat dikurangi hingga 10 kali pemakaian di jalan.

Kembali kepada sebuah filosofi yang sering kita dengar, bahwa "Yang menjadikan kita kurang bukanlah pendapatan kita, namun kita akan kurang apabila menuruti gaya hidup kita."

Saatnya kita menyadari apakah kita hidup untuk kebutuhan kita atau untuk menuruti gaya hidup kita?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun