Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penyerangan Gereja Lidwina, Sleman Yogyakarta

11 Februari 2018   22:13 Diperbarui: 11 Februari 2018   22:28 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: http://jogja.tribunnews.com

Seorang pemuda yang kemudian diketahui bernama Suliyono, asal Banyuwangi telah melakukan penyerangan di Gereja Lidwina, Sleman, Yogyakarta. Suliyono yang tiba-tiba masuk ke Gereja pada saat acara misa terbuka, Minggu 11 Februari pada jam 7.30 menyerang jemaat di bagian belakang dan juga Pastor Prier di Altar depan.

Ada apa dengan Suliyono? Apa yang menggerakkan dia melakukan penyerangan tersebut? Tentu saja agar mendapatkan jawaban yang kongkrit harus dilakukan invetigasi terhadap Suliyono sendiri. Namun dalam hal ini kita dapat melihat secara umum tentang peristiwa-peristiwa yang mungkin dapat dikatagorikan motif penyerangan yang sejenis, yaitu sendiri dan melakukan penyerangan kepada banyak orang.

Kita pernah mendengar berita di Las Vegas, Negara Bagian Nevada, Amerika Serikat, telah terjadi penyerangan dengan tembakan pada saat Konser Musik. Penyerangan dengan tembakan itu dilakukan oleh Stephen Paddock, berumur 64 tahun. Dan peristiwa penyerangan dengan tembakan tersebut tercatat sebagai penembakan massal terbesar dalam sejarah modern Amerika Serikat. Jumlah korban meninggal mencapai 49 orang.

Ada juga pemuda Asal Arab Saudi bernama bernama Mansour al-Amri yang berumur 28 tahun dan melakukan penyerangan tunggal dengan menembak Pasukan Pengawal Kerajaan di depan gerbang barat Istana Perdamaian di Jeddah yang menyebabkan 2 pengawal  meninggal dunia.

Bahkan penyerangan di gereja juga tidak hanya terjadi di Negara yang mayoritas Muslim seperti Indonesia, di Amerika sendiri hal seperti ini juga pernah terjadi. Tepatnya di Gereja First Baptist di Sutherland Springs, sebuah kota kecil, 50 kilometer di tenggara San Antonio. Penyerangan oleh pria bersenjata tersebut menewaskan 27 orang anggota jemaat saat itu.

Mungkin saja, motif penyerangan tersebut (khususnya di Gereja Lidwina) bukan motif agama. Ini saya katakan mungkin karena investigasi belum selesai dilakukan oleh kepolisian. Peristiwa tersebut banyak yang mengkaitkan dengan motif agama karena terjadi di dalam gereja dan terjadi pada saat upacara keagamaan. Namun bagi saya, saat ini, peristiwa tersebut saya lihat sebagai motif pribadi karena apabila seseorang menyerang untuk membenturkan satu agama dengan agama lainnya maka dia akan memakai atribut agama yang tampak dan mudah dilihat sebagai umpan adu domba.

Saya kembali kepada peritiwa penembakan di Texas yang saya tulis di atas. Pelakunya bernama Devin Patrick Kelley yang berusia 26 tahun. Devin Kelley juga merupakan guru ilmu Alkitab, dan mengajar di sebuah gereja bernama Kingsville First Baptist Church. Artinya pelaku seperti Devin Kelley menyerang orang yang agamanya sama dengannya.

Penyerangan dengan motif agama, biasanya akan dilakukan dengan bom bunuh diri. Mengapa bom bunuh diri? Karena jelas ada dogma bahwa mati pada saat menyerang sesuatu yang dianggap oleh keyakinannya  sebagai sesuatu yang salah akan menerima hadiah yang sangat besar di kehidupan selanjutnya. Sedangkan penyerangan seorang diri, apalagi memakai senjata tajam yang  sangat mungkin akan tertangkap dan tidak mati, bagi saya masih jauh dari penyerangan dengan motif dogma agama.

Artinya, penyerangan yang terjadi di Gereja Lidwina Sleman, Yogyakarta tidak dapat terlalu dini dikatagorikan sebagai teror agama. Dalam peristiwa tersebut, kondisi mental pelaku, apakah ada dendam pribadi dan apakah kaitannya pelaku dengan daerah gereja tersebut akan sangat terkait dengan apa yang dilakukannya.

Terakhir tentu saja, investigasi apakah pelaku menjadi anggota kelompok-kelompok tertentu (bukan saja agama) yang menyebabkan keberaniannya muncul untuk menyerang orang lain. Kemudian satu lagi yang tidak kalah penting, bahwa segala bentuk penyerangan kepada orang lain tentu saja tidak dapat kita benarkan, baik dari sisi sosial masyarakat dan sisi agama.

Semoga kasus ini segera dapat diungkap motifnya sehingga kita semua dapat mencegah hal-hal yang mungkin akan terulang sebagai bentuk 'penyakit mental' yang ada di sekitar kita.

Agung webe

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun