Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Full Service dan Low Cost Service

22 November 2010   02:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:24 4151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1290391867644064956

Dalam dunia pelayanan, dibagian apapun juga, terbagi menjadi dua katagori. Yaitu Full Service dan Low Cost Service.

Perbedaannya sangatlah significant, yang full tentu saja akan terdapat banyak additional service yang merupakan add value dari main service yang ditawarkan. Sementara yang low hanya melakukan main service atau pokoknya saja tanpa tambahan apapun juga.

Sebagai seorang pemakai jasa service, kita tentu tahu produk yang kita pakai merupakan full atau low cost, sehingga harapan kita terhadap service tersebut bisa kita ukur.

Contoh adalah, apabila seseorang naik pesawat yang merupakan full service, maka ia akan berharap mendapatkan additional yang bisa berupa Koran atau bacaan lainnya, entertainment, suguhan makanan dan pilihan aneka ragam minuman, kelebihan bagasi yang memadai, dan sebagainya.

Apabila seseorang naik pesawat yang merupakan low cost, maka setelah berada di dalam pesawat ya hanya duduk, tidak mendapatkan apa-apa, keculai dihantarkan sampai ketempat tujuan.

Dari sisi pengelola service itu sendiri, atau para pengemban management service, sering terdapat kerancuan dalam hal memberikan criteria yang termasuk additional itu seperti apa dan harus bagaimana menerapkannya.

Kerancuan inilah yang banyak sekali menyebabkan kekecewaan para pelanggan yang telah berharap banyak dari apa yang ditawarkan.

Warna atau model yang dipilih oleh sebuah perusahaan dalam menerapkan, apakah dirinya akan menjadi full service atau low cost inilah yang paling penting, dan berkomitment dengan segala sarana penunjang dari warna atau model yang telah ditetapkan.

Konsekuensinya? Tentu saja ada.

Full service akan lebih menghabiskan budget pengadaan dari sarana dan prasarana, termasuk para pelaku service yang tentu saja jumlahnya tidak bisa disamakan dengan para pelaku service di bagian low cost.

Bila menetapkan model full service, jangan bicara masalah dana minim atau efisiensi. Konsekuensi dari model full service adalah memberikan ‘hal yang lebih’ kepada pelanggan, dan itu tentu saja memerlukan budget tambahan.

Di bagian low cost, ini akan sangat mudah karena pelanggan tidak berharap banyak dan sudah menyadari bahwa produk yang ia beli memang tidak ada service tambahannya.

Yang paling mudah kita bisa ambil contoh dalam dunia penerbangan.

Dalam sebuah pesawat yang berkapasitas penumpang 150 orang, dengan dilakuannya full service, maka jumlah para pelaku service didalamnya tidak bisa disamakan dengan penerbangan low cost dengan jumlah penumpang yang sama. Kenapa tidak bisa? Karena bagi penerbangan full service, banyak sekali additional yang harus diberikan. Dari pembagian Koran, minuman pembuka atau permen, tersedianya bantal atau selimut untuk penumpang, dan juga disajikannya pilihan makanan atau minuman.

Para pelaku service ini akan menentukan kualitas service yang diberikannya.

Baru-baru ini sebuah maskapai full service airline memberlakukan pengurangan dari para pelaksana service di dalamnya. Apa yang terjadi? Untuk memberikan tindakan meng-cover dari pengurangan tersebut, maka para pelaksana tersebut harus bekerja ekstra, terkesan terburu-buru, tegang, dan personal touch kepada para pelanggan jadi tidak ada.

Dari sisi pelanggan, ia tidak akan mau tau dengan adanya pengurangan tersebut. Yang diketahui adalah bahwa ‘saya sudah bayar penuh service anda’ dan ‘saya berhak’ mendapatkan tambahan service yang anda janjikan’ dari model full service yang sudah diambil.

Dari model Full Service ini, para penentu kebijakan model kerja tidak bisa berpikir ‘menekan pengeluaran’ dan ‘mendapatkan’ keuntungan yang besar. Dari model full service ini akan berlaku hukum: ‘mengeluarkan tambahan budget lebih banyak’ untuk mendapatkan lebih banyak lagi keuntungan.

Apabila berbicara dengan bahasa sederhana adalah modal awal harus besar. Para pelaku management full service harus menyadari bahwa penetapan model full service ini memerlukan modal yang besar untuk memberikan kenyamanan yang lebih kepada para pelanggannya.

Karena service ini sangat berkaitan dengan personality dari seseorang, maka kegiatan service tidak bisa dihindari dari pelaku service itu sendiri. Artinya, bila seorang pelanggan hanya dilayani oleh satu orang, dimana dari awal sampai akhir service hanya satu pelaksana service saja, dibanding bila satu pelanggan dilayani oleh 2 orang pelaksana service, maka dari sisi kecepatan, kenyamanan dan personal touch akan didapat oleh pelanggan yang dilayani oleh 2 orang pelaksana service.

Memang menjadi berantakan apabila hukum ekonomi yang diterapkan, seperti: dengan modal sekecil-kecilnya akan mendapat untung yang sebesar-besarnya. Bisa saja hal itu diterapkan untuk mendongkrak profit sebuah perusahaan, namun tidak bisa untuk bagian service kepada pelanggan yang memilih model Full Service.

Bagi anda, yang memang sedang mengelola sebuah jasa ‘service’ apapun juga, sebelum semua bentuk penawaran service anda menjadi boomerang bagi anda sendiri, maka mulai sekarang tidak ada salahnya apabila anda mengklasifikasikan kembali model service yang akan anda ambil. Apakah itu full service atau low cost service.

Tentu saja dari kedua hal tersebut terdapat konsekuensi masing-masing yang harus dijalankan.

Dari sisi full service menuntut budget lebih, baik dari sisi dana dan jumlah para pelaksana service di dalamnya. Hasilnya adalah profit lebih, branding produk yang bergengsi, dan nama perusahaan di level service bagian atas.

Dari sisi low cost service, tidak menuntut budget lebih dengan jumlah pelaksana service yang minimum. Hasilnya profit lebih, branding produk di bagian low cost, dan nama perusahaan di level service menengah ke bawah.

Baik itu full service atau low cost service, semua dapat mendatangkan keuntungan. Yang menjadi masalah hanyalah penetapan janji kepada para pelanggan.

Jangan kecewakan pelanggan anda, karena itu adalah urat nadi pertumbuhan perusahaan anda.

Salam cerdas Indonesia

Agung webe

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun