Mohon tunggu...
Agung Wasita
Agung Wasita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Tergoda Ideologi Ilusif

29 September 2022   09:37 Diperbarui: 29 September 2022   09:52 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu lalu kita dikejutkan oleh ledakan di asrama polisi Sukoharjo, Solo Jawa Tengah. Ledakan yang ternyata dari petasan yang dipesan oleh seorang polisi itu memang tidak bermotif terorisme, namun sempat mengejutkan kita semua karena bunyi ledakan mencapai 2 km. Polisi yang memesan petasan itupun mengalami luka bakar sekitar 37 %.

Meski tidak bermotif terorisme, warga Indonesia akan selalu ingat pada beberapa peristiwa terror yang mengakibatkan ledakan dan jatuhnya banyak korban jiwa. Ada peristiwa ledakan dari bom bunuh diri di gereja katedral Makassar, lalu serangan seorang Wanita di Mabes Polri. 

Awal tahun 2019 lalu juga terjadi di rumah Abu Hamzah di Kabupaten Sibolga, di Pos Polisi Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah. Lalu ada ledakan di rusunawa Sidoarjo. Namun dalam lima tahun terakhir ini mungkin kita mencatat bahwa tiga ledakan bom di tiga gereja di Surabaya pada tahun 2018 adalah terdahsyat dari semua ledakan ini.

Bom yang menghancurkan tiga gereja adalah bom bunuh diri yang dilakukan oleh satu keluarga yang membagi anggota keluarganya. Gereja di daerah Sawahan, di daerah jalan Diponegoro dan satu gereja Katolik di daerah Ngagel. Otak penyerangan ini diyakini adalah sang ayah dari empat orang anak bernama Dita.

Dita diyakini sudah masuk dalam pemahaman yang melenceng dari agama Islam. Dia dan keluarganya diyakini punya intoleransi tinggi dan menganggap orang  yang berbeda agama sebagai kafir yang layak dibunuh karena darahnya halal. Keyakinan ini dianggap tidak mencerminkan ajaran agama.

Ini adalah satu ancaman yang mungkin terlewat dari perhatian masyarakat. Kenapa ? Karena faham-faham seperti ini biasanya ditumbuhkan melalui komunitas-komunitas terbatas dan berkedok agama. Ini salah satu imbas dari pemahaman radikal asing seperti Ikhwanul Muslimin dll yang masuk ke Indonesia pada era 90. Pada masa Orde Baru, faham-faham ini tidak bisa berkembang terbuka karena pemerintah saat itu sangat represif.

Namun saat reformasi, faham ini mulai terbuka dan masuk dalam kegiatan ekstra kurikuler kampus dan kemudian membesar di sector Pendidikan lainnya. Tanpa diduga juga masuk ke jejaring ASN dan beberapa kalangan masyarakat melalui pengajian eksklusif dan lain sebagainya. Saat ini kita tidak bisa memungkiri bahwa mereka tumbuh dan berkembang.

Itulah ideologi yang harus kita waspadai keberadaannya, seperti PKI pada masa Orde Lama dulu. Ideologi asing ini sering menggoda warga dengan ilusi-ilusi yang sebenarnya justru merusak dan memperlemah tatanan yang sudah kita sepakati bersama yaitu Pancasila. Ideologi Pancasilalah yang paling tepat untuk bangsa dan negara kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun