Mohon tunggu...
Agung Wasita
Agung Wasita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Civitas Akademika Harus Bersatu Cegah Intoleransi

23 September 2020   05:30 Diperbarui: 23 September 2020   05:46 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun lalu, puluhan orangtua mahasiswa baru dari sebuah kampus ternama di Bogor merasa resah karena ada sekelompok mahasiswa yang melakukan pendataan kepada para mahasiswa baru (maba).

Pendataan itu dilakukan diluar pendataan resmi yang dilakukan oleh kampus. Ternyata sekelompok mahasiswa ini berasal dari salah satu unit ekstra kulikuler dan disinyalir sebagai bentuk perekrutan bagi kegiatan yang berbau radikal.

Pihak pimpinan universitas tersebut sebelumnya sudah menghimbau agar tidak ada pendataan selain yang dilakukan resmi oleh universitas kepada mahasiswa baru. Tetapi ketentuan itu dilanggar karena tidak ada pengawasan ketat dari universitas soal kegiatan tersebut.

Kekhawatiran para orang tua maba memang layak dipahami karena radikalisme di kampus bukan barang baru. Banyak pimpinan universitas mengaku bahwa tidak ada kegiatan universitas yang menjurus ke kegiatan itu, namun pada tataran actual, penyebaran faham itu marak di kampus-kampus dengan berbagai model perekrutan dan pengajarannya.

Mereka mengajarkan intoleransi dan radikalisme dengan beberapa gaya. Diantaranya dengan pendekatan pengajian kelompok atau telaah al-Qur'an yang sejatinya adalah ajaran untuk menelaah ayat al-Qur'an secara tekstual.  Selama beberapa waktu mereka menerima pengajaran itu dan akhirnya mereka menjadi sosok pribadi yang berbeda dengan sebelumnya.

Selama beberapa bulan para maba itu mungkin menjadi orang asing di mata ayah ibunya, karena seringkali menyisihkan diri dari pergaulan keluarga. Bahkan beberapa kasus yang sudah terjadi malah menyarankan sang ayah untuk bertobat dan ingin sang ayah untuk menambil keputusan yang mungkin mengarah ke intoleransi. Akibatnya pengajaran agama menjadi tidak produktif dan hanya berisi ajaran-ajaran berbau takviri dan jihadis yang jauh dari Islam rahmatan lil alamin. 

Fenomena ini banyak terjadi dan tidak saja menyasar universitas di Jawa Barat saja tetapi juga banyak universitas di Indonesuja. Melibatkan tidak saja dua atau lima orang setiap jurusan dalam fakultas, tapi puluhan orang dalam satu jurusan.

Karena itu keresahan beberapa orangtua maba memang layak untuk dipahami sebagai upaya untuk mencegah faham intoleransi dan radikalisme masuk ke dalam kampus. Bagaimanapun anak mereka punya masa depan dan bisa dibayangkan jika punya faham itu ditengah-tengah Indonesia yang toleran dan pluralis ini.

Para pimpinan dan segenap civitas akademika universitas harusnya juga ikut mencegah dengan meningkatkan wawasan kebangsaan, kesiapsiagaan dan kewaspadaan sejak dini. Kampus harus bersatu menjaga lingkungannya dari faham intoleransi dan radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun